Cinta Yang Terlarang
CINTA DI TOLAK DUKUN BERTINDAK (CINTA .... TERLARANG) |
Cinta adalah asal-usul dan pokok
dari amal perbuatan, baik perbuatan yang dibenarkan disisi syariat maupun yang
tidak. Demikian pula, pokok amalan agama Islam adalah dengan cinta kepada Allah
dan Rasul-Nya. Jadi, segala keinginan yang menghalangi dan menandingi
kesempurnaan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya adalah penghalang dari keimanan
dan penyebab lemahnya iman. Jika penghalang cinta ini kuat sehingga menghalangi
pokok kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya, berarti penghalang tersebut
merupakan kekufuran atau kesyirikan yang besar. Pada kasus ini terdapat contoh
yang banyak,misalnya karena berlebihnya cinta seseorang kepada harta
menyebabkannya mau meninggalkankan agamanya, masuk ke agama lain karena harta.
Kita tidak bisa membayangkan seseorang yang cinta kepada Allah, Rasul, serta
agamaNya rela untuk meninggalkan itu semua karena sebab harta dunia. Kecintaan
kepada harta dunia inilah yang merupakan penghalang yang menyebabkan seseorang
kufur kepadaNya. Adapun, kalau penghalang tersebut belum sampai menghalangi
pokok kecintaan kepada Allah, maka penghalang tersebut akan mencacat
kesempurnaan cinta dan akan menyebabkan lemahnya cinta tersebut yang
selanjutnya akan menyebabkan cacat dan lemahnya tauhid seseorang, semisal orang
yang tahu bahwa Allah telah melarangnya untuk minum minuman keras, tetapi
karena ia lebih mendahulukan hawa nafsunya dari kecintaan kepada Allah,
menyeretnya untuk berbuat maksiat kepadaNYa, tentulah suatu kemaksiatan
merupakan perkara yang mengurangi tauhid seseorang. Allah ta’ala
berfirman, “Dan di antara manusia ada yang menjadikan tandingan-tandingan
selain Allah. mereka mencintainya seperti mencintai Allah, adapun orang-orang
yang beriman sangat besar cintanya kepada Allah”. [Q.S. Al-Baqarah:165].
Dalam ayat tersebut kita bisa
melihat bahwa kecintaan itu bertingkat-tingkat sesuai dengan kadar keimanan
masing-masing. Kesyirikan berupa mencintai selain Allah seperti kecintaannya
kepada-Nya, menunjukkan lemahnya cinta kepada Allah karena mereka membagi cinta
kepada selain-Nya.
Cinta memiliki konsekuensi. Baik
atau buruknya konsekuensi tersebut tergantung jenis cintanya. Cinta yang
terpuji adalah cinta yang akan membawa manfaat bagi pemiliknya di dunia dan
akhirat. Cinta yang seperti inilah pokok dari kebahagiaan, sedangkan cinta yang
tercela adalah cinta yang tidak dapat memberikan manfaat di dunia dan akhirat,
bahkan bisa jadi akan mengakibatkan mudharat bagi pemiliknya dalam dua
kehidupan ini. Perhatikanlah bagaimana Allah mencela para kekasih yang saling
berkasih sayang di atas maksiat kepada Rabbnya, kebencian terhadap agama-Nya
dan permusuhan kepada pemeluknya. Allah berfirman:
“Teman-teman karib pada hari itu
saling bermusuhan satu sama lain kecuali mereka yang bertakwa”. [Q.S. Az-Zukhruf:67].
Sungguh dua orang yang saling
mengasihi atas dasar ketakwaan tentu akan saling mengajak kepada amalan shalih
serta saling memperingatkan dari larangan Allah, cinta yang tumbuh dari dasar
ketakwaan inilah yang akan langgeng terjalin sampai di akhirat nanti.
Tabiat Cinta Manusia
Manusia diberi tabiat menyenangi dan
mencintai sesuatu dari dunianya. Cinta terhadap anak, istri, harta benda, atau
seperti cintanya seorang yang haus terhadap air minum, dan rasa sukanya orang
yang mengantuk terhadap tidur, semua ini masuk dari cinta yang tabi’iyah
(sesuai tabiat). Kecintaan yang seperti ini tidaklah tercela selama hal
tersebut tidak memalingkannya dari mengingat Allah, lupa dari cinta kepada
Allah dan dari ketaatan kepada-Nya. Oleh sebab, itu Allah berfirman dalam
rangka mengingatkan manusia supaya tidak lalai dari itu semua, “Hai
orang-orang beriman, janganlah harta kalian dan anak-anak kalian melalaikan
kalian dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian Maka mereka
Itulah orang-orang yang merugi”. [Q.S. Al Munafiqun:9].
Akan tetapi, tatkala kecintaan yang
bersifat tabiat ini kemudian menguasai seseorang sehingga mengalahkan cinta
kepada Allah, Rasul-Nya dan Agama-Nya, maka cinta ini menjadi cinta yang
tercela, Allah berfirman, “Tetapi kalian lebih memilih kehidupan
duniawi.(*). Sedang kehidupan akhirat itu adalah lebih baik dan lebih kekal”.
[Q.S. Al-A’la 16-17]. Allahu a’lam. Hammam.
Cinta adalah asal-usul dan pokok
dari amal perbuatan, baik perbuatan yang dibenarkan disisi syariat maupun yang
tidak. Demikian pula, pokok amalan agama Islam adalah dengan cinta kepada Allah
dan Rasul-Nya. Jadi, segala keinginan yang menghalangi dan menandingi
kesempurnaan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya adalah penghalang dari keimanan
dan penyebab lemahnya iman. Jika penghalang cinta ini kuat sehingga menghalangi
pokok kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya, berarti penghalang tersebut
merupakan kekufuran atau kesyirikan yang besar. Pada kasus ini terdapat contoh
yang banyak,misalnya karena berlebihnya cinta seseorang kepada harta
menyebabkannya mau meninggalkankan agamanya, masuk ke agama lain karena harta.
Kita tidak bisa membayangkan seseorang yang cinta kepada Allah, Rasul, serta
agamaNya rela untuk meninggalkan itu semua karena sebab harta dunia. Kecintaan
kepada harta dunia inilah yang merupakan penghalang yang menyebabkan seseorang
kufur kepadaNya. Adapun, kalau penghalang tersebut belum sampai menghalangi
pokok kecintaan kepada Allah, maka penghalang tersebut akan mencacat
kesempurnaan cinta dan akan menyebabkan lemahnya cinta tersebut yang
selanjutnya akan menyebabkan cacat dan lemahnya tauhid seseorang, semisal orang
yang tahu bahwa Allah telah melarangnya untuk minum minuman keras, tetapi
karena ia lebih mendahulukan hawa nafsunya dari kecintaan kepada Allah,
menyeretnya untuk berbuat maksiat kepadaNYa, tentulah suatu kemaksiatan
merupakan perkara yang mengurangi tauhid seseorang. Allah ta’ala
berfirman, “Dan di antara manusia ada yang menjadikan tandingan-tandingan
selain Allah. mereka mencintainya seperti mencintai Allah, adapun orang-orang
yang beriman sangat besar cintanya kepada Allah”. [Q.S. Al-Baqarah:165].
Dalam ayat tersebut kita bisa
melihat bahwa kecintaan itu bertingkat-tingkat sesuai dengan kadar keimanan
masing-masing. Kesyirikan berupa mencintai selain Allah seperti kecintaannya
kepada-Nya, menunjukkan lemahnya cinta kepada Allah karena mereka membagi cinta
kepada selain-Nya.
Cinta memiliki konsekuensi. Baik
atau buruknya konsekuensi tersebut tergantung jenis cintanya. Cinta yang
terpuji adalah cinta yang akan membawa manfaat bagi pemiliknya di dunia dan
akhirat. Cinta yang seperti inilah pokok dari kebahagiaan, sedangkan cinta yang
tercela adalah cinta yang tidak dapat memberikan manfaat di dunia dan akhirat,
bahkan bisa jadi akan mengakibatkan mudharat bagi pemiliknya dalam dua
kehidupan ini. Perhatikanlah bagaimana Allah mencela para kekasih yang saling
berkasih sayang di atas maksiat kepada Rabbnya, kebencian terhadap agama-Nya
dan permusuhan kepada pemeluknya. Allah berfirman:
“Teman-teman karib pada hari itu
saling bermusuhan satu sama lain kecuali mereka yang bertakwa”. [Q.S. Az-Zukhruf:67].
Sungguh dua orang yang saling
mengasihi atas dasar ketakwaan tentu akan saling mengajak kepada amalan shalih
serta saling memperingatkan dari larangan Allah, cinta yang tumbuh dari dasar
ketakwaan inilah yang akan langgeng terjalin sampai di akhirat nanti.
Tabiat Cinta Manusia
Manusia diberi tabiat menyenangi dan
mencintai sesuatu dari dunianya. Cinta terhadap anak, istri, harta benda, atau
seperti cintanya seorang yang haus terhadap air minum, dan rasa sukanya orang
yang mengantuk terhadap tidur, semua ini masuk dari cinta yang tabi’iyah
(sesuai tabiat). Kecintaan yang seperti ini tidaklah tercela selama hal
tersebut tidak memalingkannya dari mengingat Allah, lupa dari cinta kepada
Allah dan dari ketaatan kepada-Nya. Oleh sebab, itu Allah berfirman dalam
rangka mengingatkan manusia supaya tidak lalai dari itu semua, “Hai
orang-orang beriman, janganlah harta kalian dan anak-anak kalian melalaikan
kalian dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian Maka mereka
Itulah orang-orang yang merugi”. [Q.S. Al Munafiqun:9].
Akan tetapi, tatkala kecintaan yang
bersifat tabiat ini kemudian menguasai seseorang sehingga mengalahkan cinta
kepada Allah, Rasul-Nya dan Agama-Nya, maka cinta ini menjadi cinta yang
tercela, Allah berfirman, “Tetapi kalian lebih memilih kehidupan
duniawi.(*). Sedang kehidupan akhirat itu adalah lebih baik dan lebih kekal”.
[Q.S. Al-A’la 16-17]. Allahu a’lam. Hammam.
Sumber : http://tashfiyah.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar