>>Hukum Ruqyah, tamimah dan Benda Penolak Bala>>



(Buletin Dakwah Jumat AS-SUNNAH Ed.19)

RuqyahRuqyah adalah membacakan sesuatu dan meniupkannya untuk mengharapkan kesembuhan. Sama saja apakah yang dibaca itu bersumber dari al-Quran atau dari doa-doa yang diriwayatkan dari Nabi shallallahu alaihi wasallam.Hukum ruqyah adalah dapat berdasarkan dalil berikut:Diriwayatkan dari 'Auf bin Malik radhiallahu anhu , dia berkata: "Kami pernah melakukan ruqyah di masa jahiliyah, dan kami bertanya kepada Nabi, bagaimana pendapatmu tentang hal itu?" Beliau berkata: "Perlihatkan kepadaku ruqyah-ruqyah kalian, sesungguhnya ruqyah itu tidak mengapa jika tidak mengandung kesyirikan. "( HR. Muslim 5862)Dari Anas bin Malik radhiallahu anhu , ia berkata: "Rasulullah memberi keringanan untuk meruqyah penyakit yang disebabkan oleh 'ain (mata jahat), hamah (racun / bisa) dan namlah (luka yang keluar dari salah satu anggota tubuh). "( HR. Muslim 5853)Dari Jabir bin 'Abdillah radhiallahu anhu , dia berkata: "Barangsiapa bisa memberi manfaat kepada saudaranya, hendaknya ia kerjakan." ( HR. Ahmad 14231)Dari 'Aisyah radhiallahu anha , dia berkata: "Ketika ada seseorang dari kami mengeluh sakit, Rasulullah shallallahu alaih wasallam mengusapnya dengan tangan kanan beliau, kemudian berdoa: "Hilangkanlah dan sembuhkanlah penyakit ini, wahai Rabb manusia. Engkaulah Sang Penyembuh, dan tidak ada kesembuhan yang tidak meninggalkan sakit kecuali kesembuhan-Mu "( HR. Muslim 5836)Kondisi ruqyahRuqyah diperbolehkan dan dibolehkan dengan tiga syarat:
  1. Tidak disertai keyakinan bahwa ruqyah itu sendirilah yang memberi manfaat. Sebab ketika seseorang meyakini hal itu maka ia telah terjatuh pada kesyirikan. Yang seharusnya ia yakini adalah ruqyah itu hanya sekadar alasan yang tidak akan bermanfaat kecuali dengan izin Allah.
  1. Bukan dengan ucapan atau tindakan yang menyelisihi syariat, seperti permintaan kepada selain Allah dan permohonan kepada jin atau yang semisalnya.
  1. Lafaz-lafaz ruqyah harus diketahui dan dapat dimengerti maknanya.
Ruqyah yang dilarangRuqyah yang dilarang adalah setiap ruqyah yang tidak memenuhi tiga persyaratan di atas. Seperti ruqyah yang disertai keyakinan bahwa ruqyah atau orang yang meruqyah itu sendirilah yang bermanfaat dan menghasilkan pengaruh, atau lafaz-lafaz yang digunakan untuk meruqyah adalah lafaz-lafaz yang mengandung unsur syirik atau bid'ah, atau tidak dapat dimengerti maknanya.TamimahPengertiannya adalah apa yang digantungkan di leher atau anggota tubuh lain untuk mendatangkan manfaat atau menolak mudharat, baik berupa tulang, mutiara, atau jimat-jimat. Dengan keyakinan yang batil, orang-orang arab di masa jahiliyah dahulu biasa menggantungkan benda-benda itu pada anak-anak mereka sebagai pelindung dari penyakit 'ain .Hukum perbuatan ini adalah haram, bahkan termasuk dalam kategori syirik, karena mengandung unsur ketergantungan hati kepada selain Allah, padahal tidak ada yang bisa menolak bala kecuali Allah. Tidak ada yang dapat diminta untuk menghilangkan malapetaka kecuali Allah.Dalil-dalil yang melarang perbuatan ini diantaranya adalah sebagai berikut:Dari Ibnu Mas'ud radhiallahu 'anhu , ia berkata: "Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaih wasallam bersabda: "Sesungguhnya ada kesyirikan di dalam ruqyah, tamaim (jimat-jimat) dan tiwalah (pangasihan yang membuat orang saling mencintai). "( HR. Abu Dawud 3885)Dari 'Abdullah bin' Akim radhiallahu 'anhu secara marfu ' , ia mengatakan: "Orang yang menggantungkan hati kepada sesuatu akan dijadikan bersandar kepada sesuatu tersebut." ( HR. Ahmad 18803 dan Tirmidzi 2072)

<<www.salafyciampeabogor.blogspot.com>>

Dari 'Uqbah bin' Amir radhiallahu 'anhu , dia berkata, "Sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaih wasallam bersabda: "Barangsiapa yang menggantungkan tamimah (jimat), sungguh ia telah berbuat kesyirikan. "( HR. Ahmad 17485)Dalil-dalil di atas dan yang semakna dengannya adalah peringatan dari bahaya ruqyah yang banyak beredar di kalangan orang-orang arab dahulu. Nabi melarangnya karena ruqyah-ruqyah tersebut mengandung unsur syirik dan unsur ketergantungan hati kepada selain Allah.Tamimah dari al-QuranJika yang digantungkan itu diambil dari ayat Quran, maka ada silang pendapat di kalangan para ulama dalam hal ini. Ada yang memungkinkan dan ada pula yang melarang. Para ulama yang melarang mengatakan bahwa tidak bisa menggantungkan al-Quran untuk mencari kesembuhan. Pendapat inilah yang benar karena empat alasan berikut ini:
  1. Larangan menggantungkan tamimah bersifat umum, dan tidak ada dalil yang mengkhususkannya.
  1. Menutup jalan kejelekan, karena perbuatan menggantungkan al-Quran dengan tujuan tersebut akan membuat orang menggantungkan selain al-Quran untuk tujuan yang sama.
  1. Orang yang menggantungkan al-Quran untuk tujuan melindungi diri dan tolak bala pasti akan membawanya ketika buang hajat dan beristinja, dan ini adalah bentuk merendahkan al-Quran.
  1. Pengobatan dengan al-Quran telah dicontohkan tata caranya, yaitu tidak lebih dari sekadar membacakannya kepada orang yang sakit.
Mengenakan gelang, benang dan semisalnya untuk tolak balaOrang-orang arab di masa jahiliyah biasa mengenakan benda-benda ini dan yang semisalnya untuk menolak bala, mengharap manfaat atau menjaga diri dari penyakit 'ain (mata jahat), padahal Allah ta'ala berfirman yang artinya : "Katakanlah:" Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah akan mendatangkan kemudharatan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah akan memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmat-Nya? Katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku." Kepada-Nyalah bertawakkal orang-orang yang berserah diri. " (Az-Zumar: 38) dan "Katakanlah:" Panggillah mereka yang kamu anggap (tuhan) selain Allah, maka mereka tidak akan memiliki kekuasaan untuk menghilangkan bahaya dari kamu dan tidak pula memindahkannya. " (Al-Isra: 56)Hukum mengenakan gelang atau benang dan yang semisalnya dengan tujuan seperti ini adalah haram. Ketika benda-benda itu diyakini sebagai yang memberi kesembuhan dengan sendirinya, orang yang memakainya telah melakukan syirik besar dan mempersekutukan Allah pada sifat rububiyah-Nya. Sebab ia telah meyakini adanya pencipta dan pengatur selain Allah. Adapun jika ia meyakini bahwa benda-benda tadi hanya sekedar alasan, sementara yang mengatur segala sesuatu hanya Allah, ia telah berbuat syirik kecil, karena telah menjadikan sesuatu sebagai sebab padahal sebenarnya itu bukanlah alasan. Dan perbuatannya ini akan menyeretnya terjerumus ke dalam syirik besar jika hatinya sangat bergantung dan berharap kepada benda-benda tersebut dalam mencari manfaat dan menolak mudharat.Dalil yang melarangnyaDalil-dalil yang melarang perbuatan ini di antaranya sebagai berikut:Diriwayatkan dari 'Imran bin Hushain radhiallahu 'anhu , dia berkata: "Sungguh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah melihat seseorang mengenakan gelang dari tembaga. Lalu beliau bertanya: "Apa ini?" Orang itu menjawab: "Gelang ini untuk penyakit waahinah (penyakit yang hanya menimpa laki-laki di urat tangan dan pundaknya). "Nabi bersabda:" Lepaskan dan melemparkan gelang itu darimu, karena gelang itu hanya akan menambah kelemahan bagimu. Jika engkau mati sementara gelang itu masih kau kenakan, engkau tidak akan beruntung selama-lamanya. "( HR. Ahmad 20014)Diriwayatkan dari Hudzaifah bin al-Yaman radhiallahu 'anhu , bahwa dia pernah melihat seseorang mengenakan benang di tangannya (dengan maksud untuk menolak bala dan sejenisnya), lalu dia memutuskannya sambil membaca firman Allah ta'alayang artinya: "Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain). " ( Yusuf: 106 )Masalah ini dapat dipahami dengan mengetahui beberapa ketentuan tentang hukum sebab-akibat. Oleh karena itu seseorang perlu mengerti tiga hal berkenaan dengan hukum sebab-akibat:
  1. Janganlah seseorang menjadikan sesuatu sebagai sebab kecuali apa-apa yang telah nyata sebagai sebab, baik secara syariat atau takdir.
  1. Hendaknya seseorang tergantung kepada pihak yang menciptakan dan menentukan hukum sebab-akibat, bukan kepada benda-benda yang ditakdirkan sebagai sebab sesuatu.
  1. Hendaknya seseorang mengerti bahwa hukum sebab-akibat tidak lepas dari ketentuan dan takdir Allah. Allah memberlakukan hukum sebab-akibat itu sesuai dengan kehendak-Nya. Jika Allah menghendaki, hukum sebab-akibat itu terjadi sebagaimana wajarnya, dan jika Allah menghendaki, hukum sebab-akibat itu tidak terjadi sebagaimana biasanya.Allah berbuat demikian agar manusia berusaha menjalani alasan itu namun tidak sampai bergantung kepadanya.
Sumber: Ushul Iman fii Dhauil Kitab wa Sunnah , al-Qaulus Sadid fii Maqashidi Tauhid , Syaikh 'Abdurahman bin Nashir As-Sa'di http://sunnah.or.id/buletin-assunnah/hukum-ruqyah-tamimah-dan-benda-penolak-bala.html


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

[AUDIO]: Nilai Sebuah Keikhlasan

Rekaman –  AUDIO KAJIAN  Kajian Islam Ilmiyyah Tanjung Priok  Ahad, 03 Rabi’ul Awwal 1440H / 11 November 2018M   Masjid Raya al-H...