>>> Jalan kebenaran Jalan As-Shalafush Shalih <<< |
Kelaziman jalan hidup
seorang muslim yang berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan
pemahaman para shahabat serta as-salafush shalih (generasi
terbaik umat ini dari kalangan shahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in dan
yang mengikuti mereka dengan baik) adalah sesuatu yang sudah jelas.
Semua sisi kehidupan seorang muslim yang pokok, baik permasalahan
aqidah, hukum, adab, akhlaq maupun mu’amalah telah diatur dan diuraikan
dalam syariat yang suci ini sehingga tinggal bagaimana kita berupaya
untuk memiliki komitmen yang tinggi dalam mengikuti jejak as-salafush shalih karena jalan hidup mereka adalah yang terbaik dan paling benar.
Jalan kebenaran hanya ada satu
Pembaca yang budiman, dengan mengacu
kepada dalil-dalil dalam Al-Qur’an dan Sunnah maka kita akan mengetahui
bahwa jalan kebenaran hanyalah satu sementara itu jalan-jalan yang
menyimpang begitu banyak. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman :
“Dan bahwa (yang Kami perintahkan
ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu
mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai
beraikan kamu dari jalan-Nya. yang demikian itu diperintahkan oleh Allah
agar kamu bertakwa”.(Al-An’am:153)
Terkait dengan ayat ini Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu mengatakan: “Allah Subhanahu wa ta’ala menjadikan lafad ‘jalan’
pada ayat ini dalam bentuk tunggal dan berbilangnya jalan-jalan yang
menyelisihinya. Karena jalan yang akan menjembatani seseorang untuk
sampai kepada Allah Subhanahu wa ta’ala hanyalah satu”.(Kaifa Nafhamul Qur’an:77).
Demikianlah, jalan yang lurus dalam Al-Qur’an senantiasa datang dengan lafad tunggal. Dalam ayat yang lain disebutkan:
“Tunjukanlah kami jalan yang lurus” (QS Al-Fatihah:6)
Allah berfirman,’Ini adalah jalan yang lurus, kewajiban Aku-lah (menjaganya)’ (QS Al-Hijr:41).
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu menuturkan: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
membuat sebuah garis untuk kami dengan tangan beliau, lantas beliau
bersabda: ‘Ini adalah jalan Allah yang lurus’ dan beliau juga membuat
garis-garis di sebelah kanan dan kirinya seraya bersabda: ‘Ini adalah
jalan-jalan lain, tiada satu jalanpun darinya melainkan pasti ada
syaithan yang menyeru kepadanya’. Kemudian beliau membaca firman Allah Subhanahu wa ta’ala yang artinya:
“Dan bahwa (yang kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia” (HR Ahmad, An-Nasa’i, Ad-Darimi dan Al-Hakim dengan sanad yang shahih).
Terjadi silang pendapat di antara ulama
tentang makna ‘jalan yang lurus’, namun sungguhpun demikian pada
hakikatnya semua makna tersebut bermuara pada satu pengertian yaitu
bahwa jalan yang lurus adalah jalan yang telah digariskan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala
bagi hamba-hamba-Nya yang akan menyampaikan mereka kepada-Nya dan tiada
jalan lain menuju kepada Allah selain jalan tersebut. Hal itu bisa
terwujud dengan mentauhidkan Allah Subhanahu wa ta’ala dalam beribadah dan memurnikan ketaatan kepada rasul-Nya sehingga dengan hal itu seseorang tidak akan menyekutukan Allah Subhanahu wa ta’ala dengan siapapun dalam beribadah atau dalam mentaati rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Memurnikan tauhid kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dan ketaatan kepada Rasul-Nya adalah makna yang terkandung dalam syahadat Laa Ilaha Illallah wa anna Muhammad Rasulullah,
dengan demikian semua ungkapan para ulama dalam menafsirkan ‘jalan yang
lurus’ telah masuk dalam dua prinsip ini (demikian penjelasan Ibnul
Qoyyim rahimahullah sebagaimana dinukil oleh syaikh Abdurrahman Alu Syaikh dalam Fathul Majid hal. 37-38).
Meskipun kutipan di atas
belum mewakili semua landasan hukum dalam permasalahan ini, namun bisa
disimpulkan bahwa jalan kebenaran hanya ada satu dan sebaliknya
jalan-jalan yang menyimpang dari kebenaran sangatlah banyak.
Jalan as-salafush shalih adalah jaminan kebenaran
Pembaca yang budiman, dekat atau jauhnya suatu generasi dari masa nubuwwah
(kenabian) sangat berpengaruh dalam menjaga kemurnian ajaran Islam
sehingga semakin dekat sebuah generasi dengan sumber kemurnian agama
maka semakin dekat pula dengan kebenaran dan itulah yang ada as-salafush shalih karena mereka langsung menimba kebenaran itu langsung dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang
pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan
orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka
dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka
surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya.
mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar”.
Mereka adalah yang terbaik
dalam segala hal yang terkait dengan agama ini, baik dari sisi kelimuan,
pemahaman maupun metode dakwah. Hal tersebut dikarenakan mereka telah
dijamin oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya:
“Sebaik-baik manusia adalah generasiku
(shahabat) kemudian yang setelah mereka (tabi’in) kemudian yang setelah
mereka (tabi’ut tabi’in)” (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Ibnul Qoyyim mengatakan: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
telah memberitakan bahwa sebaik-baik manusia adalah generasinya
secara mutlak. Ini berarti mereka adalah figur-figur yang paling utama
dalam seluruh kebaikan. (karena jika tidak terpahami demikian) yaitu
kebaikan yang ada pada mereka hanya meliputi salah satu sisi saja maka
mereka (tidak akan disebut) sebagai sebaik-baik generasi secara mutlak”.
Suatu hal yang sangat wajar dan bisa dimengerti karena mereka adalah orang yang berilmu setelah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
mereka langsung berada dibimbingan beliau, turut menyaksikan di mana
dan kapan turunnya wahyu sehingga faktor-faktor tersebut sangat
mendukung dalam memahami agama.
Semoga Allah Subhanahu wa ta’ala memberikan kemudahan dalam menelusuri dan istiqomah di atas jalan mereka. Allahu A’lam
Daftar pustaka : Kaifa Nafhamul Qur’an karya syaikh Muhammad Jamil bin zainu
Taisirul Karimir Rahman karya syaikh As-Sa’di
Fathul Majid karya syaikh Abdurrahman Alu syaikh
Oleh: Abu Lukman Abdullah
Sumber: buletin tashfiyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar