Beberapa Kemungkaran di Akhir Tahun
بسمﷲالرحمن الرحيم
Beberapa Kemungkaran di Akhir Tahun
Dzulqarnain M. Sunusi
الْحَمْدُ للهِ وَحْدَهُ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مَنْ لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ
Amma Ba’du,
Allah I telah menganugerahkan nikmat yang sangat besar kepada umat Islam sebagaimana firman-Nya,
“Pada
hari ini telah Kusempurnakan agama kalian untuk kalian, dan telah
Ku-cukupkan nikmat-Ku kepada kalian, dan telah Ku-ridhai Islam sebagai
agama kalian.” [Al-Mâ`idah: 3]
Juga dari kesempurnaan nikmat-Nya, Allah I tidaklah meridhai, kecuali agama Islam,
“Barangsiapa
mencari (agama) selain agama Islam, sekali-kali tidaklah (agama itu)
akan diterima darinya, dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang
rugi.” [Âli‘Imrân: 85]
Oleh karena itu, kewajiban seorang muslim adalah menjaga diri di atas nikmat Islam yang agung ini sebagaimana perintah-Nya,
“Kemudian
Kami menjadikan kamu berada di atas suatu syariat dari urusan (agama
itu) maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu
orang-orang yang tidak mengetahui.” [Al-Jâtsiyah: 18]
Demikian pula firman-Nya,
“Maka berpegang-teguhlah kamu kepada agama yang telah diwahyukan kepadamu. Sesungguhnya kamu berada di atas jalan yang lurus. Dan
sesungguhnya Al-Qur`an itu benar-benar merupakan suatu kemuliaan besar
bagimu dan bagi kaummu, serta kelak kamu akan dimintai
pertanggungajawaban.” [Az-Zukhruf:43-44]
Hendaknya seorang muslim senantiasa berbangga dengan agamanya,
“Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya, dan bagi orang-orang mukmin.” [Al-Munâfiqûn: 8]
Allah I juga berfirman,
“Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya.” [Fâthir: 10]
Seorang muslim tidak diperbolehkan memandang orang-orang kafir dengan pandangan pengagungan dan pembesaran karena Allah U telah menghinakan mereka dengan kekafiran,
“Dan barangsiapa yang Allah hinakan, tiada seorang pun yang memuliakannya.” [Al-Hajj:18]
Pun
seorang muslim tidak diperkenankan untuk menatap kehidupan orang-orang
yang penuh dengan kemegahan dan perhiasan dunia dengan tatapan kekaguman
karena hal tersebut hanya kesenangan yang berakhir kepada neraka,
“Katakanlah, ‘Bersenang-senanglah kalian karena sesungguhnya tempat kembali kalian ialah neraka.’.” [Ibrâhîm: 30]
Saudaraku seiman,
Pergantian tahun -sebagaimana halnya pergantian hari dan bulan- adalah suatu hal yang
bermakna bagi seorang muslim dan muslimah. Waktu yang terus bergulir
dan umur yang terus berkurang adalah renungan untuk memperbaiki
lembaran-lembaran yang telah berlalu dan untuk menata masa mendatang.
Allah I berfirman,
“Allah
mempergantikan malam dan siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
terdapat pelajaran besar bagi orang-orang yang mempunyai penglihatan.” [An-Nûr:44]
Untuk selalu meningkatkan perbaikan kepada-Nya.
“Sesungguhnya,
dalam penciptaan langit dan bumi serta silih bergantinya malam dan
siang, terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.
(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau
dalam keadan berbaring serta memikirkan tentang penciptaan langit dan
bumi (seraya berkata),‘Wahai Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami terhadap siksa neraka.” [Âli ‘Imrân: 190-191]
Namun,
perlu diingat bahwa memperingati akhir tahun atau tahun baru tidaklah
dikenal dalam Islam. Tidak dikenal pada tahun Hijriyah mereka, apalagi
pada tahun Masehi orang-orang kafir.
Banyaknya
kemungkaran pada akhir tahun mengharuskan adanya tulisan-tulisan
seperti ini guna menasihati dan saling mengajak kepada jalan yang lurus.
Saudaraku seiman,
Allah U melarang kita untuk menyerupai orang-orang zhalim dari kalangan kuffar dan selainnya.
Allah I mengingatkan,
“Dan janganlah kalian seperti orang-orang yang lupa terhadap Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.” [Al-Hasyr: 19]
Kecondongan kepada mereka adalah suatu hal yang sangat berbahaya sebagaimana firman-Nya,
“Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang zhalim yang mengakibatkan kalian disentuh oleh api neraka.” [Hûd: 113]
Rasulullah n bersabda,
(مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ )
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, dia termasuk ke dalam kaum tersebut.”
Juga dari Abu Sa’îd Al-Khudry z, sesungguhnya Nabi n bersabda,
(لَتَتَّبِعُنَّ
سَنَنَ مَنْ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ، وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى
لَوْ سَلَكُوْا جُحْرَ ضَبٍّ لَسَلَكْتُمُوْهُ. قُلْنَا: يَا رَسُوْلَ
اللهِ الْيَهُوْدُ وَالنَّصَارَى! قَالَ: فَمَنْ )
“Sungguh
kalian betul-betul akan mengikuti jalan-jalan orang sebelum kalian
sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta hingga, andaikata
mereka masuk ke lubang dhab[1], niscaya kalian akan mengikutinya,” Kami berkata, “Wahai Rasulullah, apakah mereka adalah orang-orang Yahudi dan Nashara?” Beliau menjawab, “(Ya), siapa lagi (kalau bukan mereka)?” (H.R. Al-Bukhâry dan Muslim)
Larangan
menyerupai orang-orang kafir adalah dalam segala hal, baik dalam
perkara zhahir maupun batin. Adanya keserupaan pada hal yang zhahir
menunjukkan kesamaan pada hal yang batin. Hal tersebut bukanlah sifat
seorang Mukmin. Allah U berfirman,
“Kamu
tak akan mendapati kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat,
(tetapi) saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah
dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, anak-anak,
saudara-saudara, ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang
datang dari-Nya. Dan (Allah) memasukkan mereka ke dalam surga yang di
bawahnya mengalir sungai-sungai, mereka kekal di dalam (surge) itu.
Allah ridha kepada mereka dan mereka pun merasa puas akan (limpahan
rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah bahwa sesungguhnya
golongan Allah, merekalah golongan yang beruntung.” [Al-Mujâdilah: 22]
Allah I menegaskan pula,
“Wahai
orang-orang yang beriman, janganlah kalian menjadikan orang-orang
Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin-pemimpin (kalian); yang sebagian
mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barangsiapa
di antara kalian yang menjadikan mereka sebagai pemimpin, sesungguhnya
orang itu termasuk ke dalam golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidaklah
memberi petunjuk kepada orang-orang zhalim.” [Al-Mâ`idah: 51]
Berikut beberapa kemungkaran yang perlu diingatkan.
Pertama, keharaman merayakan hari Natal dan Tahun Baru.
Umat
Islam tidaklah mengenal hari raya, kecuali tiga hari: Idul Fitri, Idul
Adha, dan hari Jum’at. Perayaan hari raya, selain tiga hari raya ini,
adalah bentuk penyerupaan terhadap kaum kuffar dan perkara baru dalam
agama. Rasulullah n bersabda,
( مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ )
”Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak memiliki tuntunan dari kami, amalan itu tertolak.”
Tidak ada silang pendapat di kalangan ulama akan keharaman hal di atas.
Kedua, penetapan kalender dengan perhitungan Masehi.
Bagi umat Islam, telah berjalan di tengah mereka penetapan bulan berdasarkan ketetapan Islam. Allah I berfirman,
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus maka janganlah kalian menganiaya diri kalian dalam bulan yang empat itu.” [At-Taubah: 36]
Penyebutan
nama-nama bulan telah masyhur dalam berbagai hadits Nabi. Demikian
pula, umat Islam telah bersepakat bahwa penanggalan mereka berdasarkan
pada hijrah Nabi sehingga mereka hanya mengenal Kalender Hijriyah.
Ketiga, berpartisipasi dalam hari raya mereka.
Imam Malik t berkata, “Hal yang kubenci (yaitu) ikut
bersama mereka pada perahu yang mereka tumpangi, dalam rangka hari raya
mereka, karena dikhawatirkan bila kemungkaran dan laknat terhadap
mereka turun.” (Al-Luma`i/492)
Ibnul Hajj t berkata, “Seorang muslim tidak halal menjual suatu apapun kepada orang Nashrani menyangkut keperluan hari raya mereka. Tidak daging, tikar, tidak pula pakaian. Juga tidak menimpahkan suatu apapun, walau hanya seekor kendaraan,
karena hal tersebut tergolong membantu mereka di atas kekafirannya.
Para penguasa memiliki kewajiban untuk melarang kaum muslimin dari hal
tersebut.” (Fatâwâ Ibnu Hajar Al-Haitsamy 4/238)
Keempat, memberi hadiah atau ucapan selamat.
Ibnul Qayyim t
berkata, “Adapun memberi ucapan selamat kepada simbol-simbol khusus
kekafiran, (hal tersebut ) adalah haram menurut kesepakatan (ulama) ….” (Ahkâm Ahl Ad-Dzimmah 1/441-441)
Abu Hafs Al-Hanafy t
berkata, “Barangsiapa yang memberi hadiah telur kepada seorang musyrik
untuk mengagungkan hari (raya mereka), sungguh dia telah kafir kepada
Allah Ta’âlâ.” (Fath Al-Bâry 2 / 513)
Kelima, berpakaian dengan pakaian mereka.
Telah sah dari Nabi n akan celaan terhadap memakai pakaian orang-orang kafir. Juga terhadap para perempuan, Allah U berfirman,
“Dan janganlah kalian berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah dahulu.” [Al-Ahzâb: 33]
Keenam, menerima hadiah dari perayaan mereka.
Syaikh Ibnu Bâz t dan Al-Lajnah Ad-Dâ`imah memfatwakan,
“Seorang
muslim tidak boleh memakan (makanan) apapun yang dibuat oleh
orang-orang Yahudi, Nashrani, atau musyrikin berupa makanan-makanan hari
raya mereka. Seorang muslim juga tidak boleh menerima hadiah hari raya mereka karena (penerimaan) tersebut merupakanbentuk memuliakan mereka, tolong-menolong bersama mereka dalam menampakkan simbol-simbol mereka, dan melariskan bid’ah-bid’ah mereka, serta berserikat bersama mereka pada hari-hari raya mereka, yang terkadang hal tersebut menyeret (seorang muslim) untuk menjadikan hari-hari raya mereka sebagai hari raya kita atau,paling tidak, terjadi pertukaran undangan untuk mengambil makanan atauhadiah pada hari raya kita dan hari raya mereka. Hal ini merupakan bentuk-bentuk fitnah dan perbuatan bid’ah dalam agama.
Telah sah dari Nabi n bahwa beliau bersabda, “Siapa yang mengada-adakan perkara baru dalam agama kami hal yang bukan dari agama, hal tersebut tertolak.”
Juga tidak diperbolehkan untuk memberi hadiah kepada mereka perihal hari raya mereka.” (Fatawa Al-Lajnah 22/399)
Ketujuh, ikut andil dalam kemaksiatan dan kemungkaran. Rasulullah n bersabda,
( مَا
مِنْ قَوْمٍ يُعْمَلُ فِيْهِمْ بِالْمَعَاصِيْ ثُمَّ يَقْدِرُوْنَ عَلَى
أَنْ يُغَيِّرُوا ثُمَّ لاَ يُغَيِّرُوا إِلاَّ يُوْشِكُ أَنْ يَعُمَّهُمُ
اللَّهُ مِنْهُ بِعِقَابٍ )
“Tidaklah
suatu kaum, yang diperbuat kemaksiatan-kemaksiatan di antara mereka,
kemudian mereka sanggup mengubah hal itu, lantas mereka tidak mengubah
hal tersebut, kecuali dikhawatirkan bahwa Allah akan menimpakan siksaan
terhadap mereka semua secara umum.” (H.R Abu Dawud)
Hendaknya setiap hamba bertakwa kepada Allah I sertamenjaga diri dan keluarganya terhadap segala hal yang mendatangkan kemurkaan Allah U,
“Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah diri kalian dan keluarga kalian terhadap api neraka.” [At-Tahrîm: 6]
Wallâhu A’lam.Sumber : http://www.ad-diin.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar