>>>Tanda Hari Kiamat : Turunnya nabi Isa ‘alaihissalam


Diantara tanda-tanda hari Kiamat Kubra adalah turunnya nabi Isa Úáíå ÇáÓáÇã sebagaimana disebutkan dalam riwayat-riwayat yang shahih dan mutawatir.
Bahkan Allah ÓÈÍÇäå æÊÚÇáì telah mengisyaratkan tentang turunnya Isa Úáíå ÇáÓáÇã sebagai tanda datangnya hari kiamat dalam firman-Nya:
وَلَمَّا ضُرِبَ ابْنُ مَرْيَمَ مَثَلًا إِذَا قَوْمُكَ مِنْهُ يَصِدُّونَ
وَقَالُوا أَآلِهَتُنَا خَيْرٌ أَمْ هُوَ ۚ مَا ضَرَبُوهُ لَكَ إِلَّا جَدَلًا ۚ بَلْ هُمْ قَوْمٌ خَصِمُونَ
إِنْ هُوَ إِلَّا عَبْدٌ أَنْعَمْنَا عَلَيْهِ وَجَعَلْنَاهُ مَثَلًا لِّبَنِي إِسْرَائِيلَ
وَلَوْ نَشَاءُ لَجَعَلْنَا مِنكُم مَّلَائِكَةً فِي الْأَرْضِ يَخْلُفُونَ
وَإِنَّهُ لَعِلْمٌ لِّلسَّاعَةِ فَلَا تَمْتَرُنَّ بِهَا وَاتَّبِعُونِ ۚ هَٰذَا صِرَاطٌ مُّسْتَقِيمٌ
Dan tatkala putra Maryam (Isa) dijadikan perumpamaan tiba-tiba kaummu (Quraisy) bersorak karenanya. Dan mereka berkata: “Manakah yang lebih baik tuhan-tuhan kami atau dia (Isa)? Mereka tidak memberikan perumpamaan itu kepadamu melainkan dengan maksud membantah saja, sebenarnya mereka adalah kaum yang suka bertengkar. Isa tidak lain hanyalah seorang hamba yang Kami berikan kepadanya nikmat (kenabian) dan Kami jadikan dia sebagai tanda bukti (kekuasaan Allah) untuk Bani Israil. Dan kalau Kami kehendaki benar-benar Kami jadikan sebagai gantimu di muka bumi malaikat-malaikat yang turun temurun. Dan sesungguhnya Isa itu benar-benar sebagai ilmu tentang hari kiamat. Karena itu janganlah kalian ragu-ragu tentang kiamat itu dan ikutilah Aku. Inilah jalan yang lurus. (az-Zukhruuf: 57-61)
Ayat terakhir dalam Firman Allah di atas yaitu
merupakan ilmu tentang hari kiamat”.
Disebutkan dalam Tafsir al-Qurthubi bahwa yang dimaksud adalah turunnya nabi Isa merupakan ilmu tentang dekatnya hari kiamat. Lebih didukung lagi dengan bacaan yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Mujahid dan lain-lain dari para imam ahlut tafsir yaitu dengan difathahkan huruf ‘ain dan lam-nya menjadi ‘alamun yang bermakna “tanda” (yang berarti “Isa Úáíå ÇáÓáÇã sebagai tanda hari kiamat” -pen.). (Tafsir al-Qurthubi (16/ 105); lihat pula Tafsir ath-Thabari (25/90-91))
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dengan sanadnya kepada Ibnu Abbas bahwa beliau berkata ketika menafsirkan æóÅöäøóåõ áóÚöáúãñ áöáÓøóÇÚóÉ: “Yang dimaksud adalah keluarnya Isa sebelum hari kiamat”. (Musnad Imam Ahmad: 4/329 no. hadits 2921 dengan tahqiq Ahmad Syakir dan beliau berkata: “Sanadnya Shahih”)
Diangkatnya Nabi Isa
Termasuk isyarat akan turunnya Isa adalah berita tentang diangkatnya Nabi Isa -ruh dan jasadnya- ke langit dalam keadaan masih hidup. Sebagaimana disebutkan oleh Allah dalam firman-Nya:
وَقَوْلِهِمْ إِنَّا قَتَلْنَا الْمَسِيحَ عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ رَسُولَ اللَّهِ وَمَا قَتَلُوهُ وَمَا صَلَبُوهُ وَلَٰكِن شُبِّهَ لَهُمْ ۚ وَإِنَّ الَّذِينَ اخْتَلَفُوا فِيهِ لَفِي شَكٍّ مِّنْهُ ۚ مَا لَهُم بِهِ مِنْ عِلْمٍ إِلَّا اتِّبَاعَ الظَّنِّ ۚ وَمَا قَتَلُوهُ يَقِينًا
بَل رَّفَعَهُ اللَّهُ إِلَيْهِ ۚ وَكَانَ اللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمًا
وَإِن مِّنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلَّا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ ۖ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكُونُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا
Dan karena ucapan mereka: “Sesungguhnya Kami telah membunuh Al Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah”, padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa. Tetapi (yang sebenarnya), Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Tidak ada seorangpun dari Ahli Kitab, kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. Dan di hari Kiamat nanti Isa itu akan menjadi saksi terhadap mereka. (an-Nisaa’: 157-159)
Dalam ayat ini kita mendapatkan beberapa pelajaran penting, diantaranya:
1. Nabi Isa tidak dibunuh dan tidak disalib, melainkan Allah angkat kepada-Nya, yakni dari kalimat: yang bermakna “Bahkan Allah angkat kepada-Nya”.
2. Para ahlul kitab akan beriman kepadanya sebelum kematian Nabi Isa . Ini merupakan isyarat bahwa Isa sebelum meninggalnya akan turun ke dunia dan ahlul kitab akan beriman kepadanya.
Isyarat al-Qur’an di atas dijelaskan lebih rinci dalam hadits-hadits yang shahih, diantaranya:
1. Hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah bersabda:
“Demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya, sungguh akan turun di tengah kalian Ibnu Maryam sebagai hakim yang adil. Ia akan memecahkan salib-salib, membunuh babi-babi dan menggugurkan jizyah serta membagikan harta hingga tidak ada yang menerimanya seorangpun.
Kemudian Abu Hurairah berkata: “Bacalah oleh kalian –jika kalian mau—ayat:
Tidak ada seorangpun dari Ahli Kitab, kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. Dan di hari Kiamat nanti Isa itu akan menjadi saksi terhadap mereka. (an-Nisaa’: 159) (HR. Bukhari Muslim)
Disamping nash yang jelas dari Rasulullah tentang akan turunnya Isa , riwayat Abu Hurairah di atas memberikan pelajaran yang sangat penting bagi kita, yaitu tafsir seorang shahabat dan pemahaman salaf terhadap ayat Allah dalam surat an-Nisaa’ ayat 159 bahwa ahlul kitab akan beriman sebelum hari kiamat adalah ketika turunnya Isa .
Dengan jelas Abu Hurairah mengatakan bahwa ayat ini mengisyaratkan turunnya Nabi Isa di akhir zaman menjelang hari kiamat. Sedangkan kita mengetahui bahwa pemahaman para shahabat adalah pemahaman yang paling dekat dengan kebenaran, karena mereka telah mendapatkan rekomendasi dan pujian dari Allah dan Rasul-Nya sebagai umat yang terbaik, golongan yang selamat dan dijamin dengan keridlaan dan surga.
2. Diriwayatkan dari Abu Hurairah , Rasulullah bersabda:
Bagaimana kalian jika diturunkan di tengah kalian Ibnu Maryam, sedangkan imam kalian dari kalangan kalian. (HR Bukhari dan Muslim).
3. Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah , beliau mendengar Rasulullah bersabda:
Akan tetap ada segolongan umatku yang berperang di atas kebenaran dalam keadaan menang sampai hari kiamat. Kemudian turun Isa Ibnu Maryam , maka berkatalah pemimpin mereka:”Kemarilah memimpin sholat kami”. Maka ia pun berkata: ”Tidak, sesungguhnya sebagian kalian memimpin sebagian yang lain, sebagai kemuliaan yang Allah berikan kepada umat ini.”(HR Muslim).
4. Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi bersabda:
Para Nabi adalah seperti saudara sebapak, ibu mereka berbeda tapi agama mereka satu. Sesungguhnya akulah yang paling berhak dengan Isa Ibnu Maryam karena tidak ada antaraku dan dia seorang nabi pun. Sungguh dia akan turun, maka jika kalian melihatnya kenalilah dia! Dia adalah seorang yang berkulit antara merah dan putih dalam keadaan berpakaian dua kain yang bercelup ja’faran, rambut-nya seperti meneteskan air padahal tidak basah. Ia akan memecahkan salib-salib, membunuh babi-babi, menggugurkan jizyah, dan mengajak manusia kepada agama Islam. Allah binasakan pada zaman-nya seluruh agama-agama selain Islam. Allah binasakan juga Dajjal. Maka terjadilah keamanan di muka bumi hingga singa-singa merumput bersama dengan unta-unta, macan-macan dengan sapi-sapi, dan serigala-serigala dengan domba-domba, serta anak-anak kecil bermain dengan ular-ular dengan tidak memberikan madharat sedikit pun kepada mereka. Demikianlah berlangsung selam empat puluh tahun, kemudian beliau meninggal dan dishalatkan oleh kaum muslimin. (HR Imam Ahmad, dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir)
5. Hadits-hadits tentang tanda-tanda hari kiamat yang diantaranya menyebutkan akan turunnya Isa yaitu hadits Hudzaifah Ibnu Usaid dan lainnya dalam Shahih Muslim dan lain-lain. (Lihat pembahasan yang telah lalu)
Kami tidak memuat seluruh hadits-hadits tentang turunnya Isa karena terlalu banyaknya. Sebagian riwayat terkandung dalam kisah Dajjal, sebagian lain-nya diriwayatkan berkenaan dengan hadits-hadits Imam Mahdi. Atau riwayat-riwayat yang khusus menceritakan tentang turunnya Isa di akhir zaman.
Hadits-hadits tersebut dimuat di hampir seluruh kitab-kitab hadits. Dalam kitab-kitab Shahih terutama Shahih Bukhari dan Shahih Muslim dan lainnya; dalam kitab-kitab sunan seperti Sunan Abu Dawud, Sunan Tirmidzi, Sunan Nasa’i, Sunan Ibnu Majah dan lain-lainnya; ataupun dalam musnad-musnad seperti Musnad Imam Ahmad dan lain-lainnya.
Oleh karena itu sama sekali tidak tepat jika dikatakan hadits-hadits tersebut berderajat Aahaad, apalagi menyatakan hadits-hadits tersebut tidak bisa dipakai sebagai hujjah, sebagaimana yang dikatakan oleh kelompok sesat mu’tazilah dan para pengikutnya atau kelompok kafir Qadiyaniyah Ahmadiyah.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah: “Nabi Isa masih hidup sebagaimana yang telah ditetapkan dalam kitab Shahih (Bukhari dan Muslim -pen.) Dan akan turun sebagaimana telah tsabit dalam hadits nabi :
Akan turun di tengah kalian Isa bin Maryam sebagai hakim yang adil dan Imam yang bijaksana. Ia akan memecahkan salib-salib, membunuh babi-babi dan menggugurkan jizyah. (Bukhari Muslim)”. (Majmu’ Fatawa, jilid 4/322)
[Risalah Dakwah MANHAJ SALAF, Insya Allah terbit setiap hari Jum’at. Ongkos cetak dll Rp. 200,-/exp. tambah ongkos kirim. Pesanan min 50 exp. bayar 4 edisi di muka. Diterbitkan oleh Yayasan Dhiya’us Sunnah, Jl. Dukuh Semar Gg. Putat RT 06 RW 03, Cirebon. telp. (0231) 222185. Penanggung Jawab & Pimpinan Redaksi: Ustadz Muhammad Umar As-Sewed; Sekretaris: Ahmad Fauzan/Abu Urwah, HP 081564634143; Sirkulasi/pemasaran: Arief Subekti HP 081564690956. Untuk memperdalam ilmu dan informasi dakwah baca: majalah Asy-Syari’ah & An-Nasihah atau klik www.asysyariah.com dan www.salafy.or.id.]
(Dikutip dari Bulletin Manhaj Salaf, Edisi: 70/Th. II tgl 08 Jumadi tsani 1426 H/15 J u l i 2005 M, judul asli Tanda-tanda Hari Kiamat, turunnya Nabi Isa ‘alaihissalam, penulis asli Al Ustadz Muhammad Umar As Sewed)
Sumber : http://salafy.or.id/blog/2005/11/17/tanda-hari-kiamat-turunnya-nabi-isa-alaihissalam/

>>APABILA IMAM SHOLAT SALAH MELAFALKAN ALFATIHAH


Ketika kita mendapati imam sholat ternyata melakukan kesalahan fatal dalam membaca surat alquran, batasan apakah yang menjadi parameter sah atau tidaknya sholat, sehingga perlu meninggalkan imam tersebut? demikian juga batas kepantasan yang hanya berhukum makruh?
Pertanyaan di atas bisa jadi terlintas dan kita alami. Berikut ini sebagian bimbingan hikmah dari fatwa para ulama, semoga bisa menjadi penuntun sikap hikmah.
بارك الله فيكم
=====================
Imam ibnu ‘Utsaimin _rahimahullah_ :
“Apabila mengubah harokat maka tidak sah – yakni sholatnya – *jika* kesalahan bacaan ( ﺍﻟﻠَّﺤﻦ ) tersebut mengakibatkan perubahan makna (pula). Namun jika tidak (mengubah mkkna), maka tetap sah. Akan tetapi tidak diperbolehkan menyengaja melakukan kesalahan baca.
Contoh yang mengubah makna:
Mengucapkan ﺃَﻫْﺪِﻧَﺎ dengan fathah pada hamzahnya, karena maknanya berbeda, sebab maknanya dengan difathahkan hamzahnya menjadi “berikanlah hadiah kami kepadanya.”
Tapi اﻫﺪﻧﺎ dengan hamzah washl (bermakna) “tunjukilah kami kepadanya, berikan taufiq kami untuk menjalaninya, dan kokohkan kami di atasnya.”
Seandainya dia membaca ﺻِﺮَﺍﻁَ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺃَﻧْﻌَمْتُ ﻋَﻠَﻴْﻬِﻢْ ‏ (penggalan ayat ke-7 alFatihah) maka tidak sah, karena berbeda makna.
(Yaitu) kenikmatan menjadi berasal dari si pembaca, bukan lagi dari Allah.
Sedangkan contoh yang tidak mengubah makna:
Seperti mengucapkan { ﺍﻟﺤﻤﺪِ ﻟﻠﻪ } dengan membaca harokat kasroh pada huruf ad-dal menggantikan harokat yang semestinya dhommah.
Kalau seandainya mengucapkan
{ ﺍُﻟْﺤَﻤْﺪُ ﻟِﻠَّﻪِ ﺭَﺏِ ﺍُﻟْﻌَﺎﻟَﻤِﻴﻦَ }
tanpa tasydid pada al-ba’ tidaklah sah. Karena akan berbeda maknanya, sebab menggugurkan 1 huruf, karena (asal) huruf yang ditasydid sebagai gambaran 2 huruf. Jadi, tidak bisa tidak mesti dibaca secara sempurna ayat-ayatnya, kata-katanya, huruf-hurufnya, dan harokat-harokatnya. Jika meninggalkan pengucapan ayat, kata, huruf, maupun harokat menyebabkan perbedaan makna, (menyebabkan) tidak sah.”
~~~~~~
Sampai di sini penukilan dari Kitab asySyarh alMumti’, Bab Shifat Sholat.
—————————–
ﻗﺎﻝ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﺍﺑﻦ ﻋﺜﻴﻤﻴﻦ – ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ – : ” ﻭﻟﻮ ﺃﺧﻠﻒ ﺍﻟﺤﺮﻛﺎﺕ ﻓﺈﻧﻬﺎ ﻻ ﺗﺼﺢُّ – ﺃﻱ ﺍﻟﺼﻼﺓ – ﺇﻥْ ﻛﺎﻥ ﺍﻟﻠَّﺤﻦُ ﻳُﺤﻴﻞ ﺍﻟﻤﻌﻨﻰ؛ ﻭﺇﻻ ﺻﺤَّﺖ ، ﻭﻟﻜﻨﻪ ﻻ ﻳﺠﻮﺯ ﺃﻥ ﻳﺘﻌﻤَّﺪ ﺍﻟﻠَّﺤﻦَ .
ﻣﺜﺎﻝ ﺍﻟﺬﻱ ﻳُﺤﻴﻞ ﺍﻟﻤﻌﻨﻰ : ﺃﻥ ﻳﻘﻮﻝ : { ﺃَﻫْﺪِﻧَﺎ } ﺑﻔﺘﺢ ﺍﻟﻬﻤﺰﺓ : ﻷﻥ ﺍﻟﻤﻌﻨﻰ ﻳﺨﺘﻠﻒ؛ ﻷﻥ ﻣﻌﻨﺎﻩ ﻳﻜﻮﻥ ﻣﻊ ﻓﺘﺢ ﺍﻟﻬﻤﺰﺓ أﻋﻄﻨﺎ ﺇﻳَّﺎﻩ ﻫﺪﻳﺔ ، ﻟﻜﻦ { اﻫﺪﻧﺎ } ﺑﻬﻤﺰﺓ ﺍﻟﻮﺻﻞ ﺑﻤﻌﻨﻰ : ﺩُﻟَّﻨﺎ ﻋﻠﻴﻪ ، ﻭﻭﻓِّﻘْﻨَﺎ ﻟﻪ ، ﻭَﺛَﺒِّﺘْﻨَﺎ ﻋﻠﻴﻪ .
ﻭﻟﻮ ﻗﺎﻝ : ‏( ﺻِﺮَﺍﻁَ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺃَﻧْﻌَمْتُ ﻋَﻠَﻴْﻬِﻢْ ‏) ‏( ﺍﻟﻔﺎﺗﺤﺔ : ﻣﻦ ﺍﻵﻳﺔ 7 ‏) ﻟﻢ ﺗﺼﺢَّ؛ ﻷﻧﻪ ﻳﺨﺘﻠﻒ ﺍﻟﻤﻌﻨﻰ ، ﻳﻜﻮﻥ ﺍﻹِﻧﻌﺎﻡُ ﻣِﻦ ﺍﻟﻘﺎﺭﺉ ، ﻭﻟﻴﺲ ﻣِﻦ ﺍﻟﻠﻪ .
ﻭﻣﺜﺎﻝ ﺍﻟﺬﻱ ﻻ ﻳُﺤﻴﻞ ﺍﻟﻤﻌﻨﻰ : ﺃﻥ ﻳﻘﻮﻝ : & # 171 ; ﺍﻟﺤﻤﺪِ ﻟﻠﻪ & # 187 ; ﺑﻜﺴﺮ ﺍﻟﺪﺍﻝ ﺑﺪﻝ ﺿﻤِّﻬﺎ .
ﻭﻟﻮ ﻗﺎﻝ : } ﺍُﻟْﺤَﻤْﺪُ ﻟِﻠَّﻪِ ﺭَﺏِ ﺍُﻟْﻌَﺎﻟَﻤِﻴﻦَ { ﺑﺪﻭﻥ ﺗﺸﺪﻳﺪ ﺍﻟﺒﺎﺀ ﻟﻢ ﺗﺼﺢَّ؛ ﻷﻧﻪ ﺃﺳﻘﻂ ﺣﺮﻓﺎً؛ ﻷﻥ ﺍﻟﺤﺮﻑ ﺍﻟﻤﺸﺪَّﺩ ﻋﺒﺎﺭﺓ ﻋﻦ ﺣﺮﻓﻴﻦ .
ﺇﺫﺍً؛ ﻻ ﺑُﺪَّ ﺃﻥ ﻳﻘﺮﺃﻫﺎ ﺗﺎﻣَّﺔ ، ﺑﺂﻳﺎﺗﻬﺎ ، ﻭﻛﻠﻤﺎﺗﻬﺎ ، ﻭﺣﺮﻭﻓﻬﺎ ، ﻭﺣﺮﻛﺎﺗﻬﺎ ، ﻓﺈﻥ ﺗﺮﻙ ﺁﻳﺔ ، ﺃﻭ ﺣﺮﻓﺎً ، ﺃﻭ ﺣﺮﻛﺔ ﺗُﺨِﻞُّ ﺑﺎﻟﻤﻌﻨﻰ ﻟﻢ ﺗﺼﺢَّ ” ﺍﻫـ ﻣﻦ ﺍﻟﺸﺮﺡ ﺍﻟﻤﻤﺘﻊ ، ﺑﺎﺏ ﺻﻔﺔ ﺍﻟﺼﻼﺓ .
ﻭﻳﺘﺮﺗﺐ ﻋﻠﻰ ﺗﺮﻙ ﺍﻵﻳﺎﺕ ﻭﺍﻟﺤﺮﻭﻑ ﺃﻭ ﺍﻟﺤﺮﻛﺎﺕ ﺍﻟﺘﻲ ﺗﺤﻴﻞ ﺍﻟﻤﻌﻨﻰ ﻭﺟﻮﺏ ﺍﻟﻔﺘﺢ ﻋﻠﻰ ﺍﻹﻣﺎﻡ .
====================
📒 Dijelaskan lebih lanjut oleh Syaikh al’Allamah (Sholih alFauzan bin Abdillah) alFauzan _hafidzahullah_ ketika beliau ditanya:
“Apa hukum sholat (menjadi makmum) di belakang imam yang tidak benar bacaan alfatihahnya? Samakah hukumnya antara sholat sirriyyah dengan yang jahriyyah? Dan apabila imam sudah benar dalam membaca alfatihah, namun melakukan banyak kesalahan pada bacaan surat selainnya, apakah hukum dalam hal itu?
Jawaban beliau _hafidzahullah_ :
Apabila kelemahannya dalam membaca alfatihah merusak maknanya, yang demikian tidak diperbolehkan sholat di belakangnya, kecuali bagi yang (kemampuan bacaannya maksimal) sama dengan dia.
Karena membaca alfatihah secara benar merupakan salah satu rukun dari rukun-rukun sholat. Sehingga tidak dibenarkan sholat di belakang orang yang melakukan kesalaha
n bacaan sampai taraf yang merusak maknanya. Seperti misalnya
– (yang seharusnya) membaca ﺃَﻧﻌَﻤﺖَ ﻋَﻠَﻴﻬِﻢْ menjadi ﺃﻧﻌﻤﺖُ dengan harokat dhommah pada huruf at-ta’,
– atau (mestinya) membaca ﺍﻟْﻌَﺎﻟَﻤِﻴﻦَ ternyata terbaca ﺍﻟﻌﺎﻟِﻤﻴﻦ dengan harokat kasroh pada huruf al-lam, ini mengubah makna. Sehingga tidak diperbolehkan sholat (menjadi makmum) di belakang orang yang seperti (contoh-contoh ini) keadaannya.
Adapun apabila kesalahan bacaan tidak sampai mengubah makna, ini juga tidak (pantas) dijadikan imam sementara terdapat orang lain yang lebih baik bacaannya.
Sedangkan kesalahan baca dalam bentuk selain itu, tetap sah sholat bersamanya.
Akan tetapi (perlu diingatkan) bagi seorang muslim tidak boleh meremehkan dalam membaca alquran. Bahkan wajib baginya untuk membaca alquran secara tepat (sesuai kaidah bacaannya -pent.) selama memungkinkan diterapkan sesuai cara yang benar. Akan tetapi (kalaupun secara kaidah masih kurang tepat), sholatnya tetap sah, dan sholat pihak yang menjadi makmum di belakangnya juga sah, selama terjadinya kesalahan bacaan selain pada alfatihah.
Namun apabila didapati masih ada orang yang bisa membaca lebih baik darinya, tidak sepantasnya dia dijadikan sebagai imam, justru sepatutnya dipilih untuk (menjadi imam) sholat orang yang paling baik bacaannya. Berdasarkan sabda beliau shollallahu ‘alaihi wasallam:
ﻳﺆﻡ ﺍﻟﻘﻮﻡ ﺃﻗﺮﺃﻫﻢ ﻟﻜﺘﺎﺏ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﺰَّ ﻭﺟﻞَّ ، ﻓﺈﻥ ﻛﺎﻧﻮﺍ ﻓﻲ ﺍﻟﻘﺮﺍﺀﺓ ﺳﻮﺍﺀ؛ ﻓﺄﻋﻠﻤﻬﻢ ﺑﺎﻟﺴﻨﺔ
“Yang dijadikan imam bagi suatu masyarakat adalah yang paling baik bacaannya terhadap kitabullah _azza wajalla_ , apabila di antara mereka dalam hal bacaan setara, maka (dipilih) yang paling berilmu tentang sunnah (nabinya).” Hadits riwayat Muslim dalam kitab shahih beliau 1/465.
Sehingga membaca dengan menerapkan tajwid dan penguasaannya secara kokoh merupakan perkara yang diperlukan.
Dan tidaklah ada perbedaan dalam hal ini antara sholat sirriyyah (yang dibaca secara lirih tanpa diperdengarkan -pent.) maupun sholat jahriyyah (yang pembacaannya diperdengarkan secara jelas -pent.), semuanya memiliki hukum yang sama.
~~~~~~~~~
sampai di sini penukilan dari “alMuntaqo” pasal 134.
———————-
ﻭﻫﻞ ﻳُﺼﻠﻲ ﺧﻠﻒ ﻣﻦ ﻳﻠﺤﻦ؟
ﺳُﺌﻞ ﺍﻟﻌﻼَّﻣﺔ ﺍﻟﻔﻮﺯﺍﻥ – ﺣﻔﻈﻪ ﺍﻟﻠﻪ – : ” ﻣﺎ ﺣﻜﻢ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺭﺍﺀ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﺍﻟﺬﻱ ﻻ ﻳﺘﻘﻦ ﺍﻟﻔﺎﺗﺤﺔ ؟ ﻭﻫﻞ ﻳﺘﺴﺎﻭﻯ ﺍﻷﻣﺮ ﺇﺫﺍ ﻛﺎﻧﺖ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺳﺮﻳﺔ ﺃﻡ ﺟﻬﺮﻳﺔ ؟ ﻭﺇﺫﺍ ﻛﺎﻥ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﻳﺘﻘﻦ ﺍﻟﻔﺎﺗﺤﺔ ﻭﻟﻜﻨﻪ ﻳﺨﻄﺊ ﻛﺜﻴﺮًﺍ ﻓﻴﻤﺎ ﺳﻮﺍﻫﺎ؛ ﻓﻤﺎ ﺍﻟﺤﻜﻢ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ؟
ﺇﺫﺍ ﻛﺎﻥ ﺇﺧﻼﻟﻪ ﺑﺎﻟﻔﺎﺗﺤﺔ ﻳﺨﻞ ﺑﺎﻟﻤﻌﻨﻰ؛ ﻓﻬﺬﺍ ﻻ ﺗﺠﻮﺯ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺧﻠﻔﻪ ﺇﻻ ﻟﻤﻦ ﻫﻮ ﻣﺜﻠﻪ؛ ﻷﻥ ﻗﺮﺍﺀﺓ ﺍﻟﻔﺎﺗﺤﺔ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻮﺟﻪ ﺍﻟﺼﺤﻴﺢ ﺭﻛﻦ ﻣﻦ ﺃﺭﻛﺎﻥ ﺍﻟﺼﻼﺓ؛ ﻓﻼ ﺗﺼﺢ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺧﻠﻒ ﻣﻦ ﻳﻠﺤﻦ ﻓﻴﻬﺎ ﻟﺤﻨًﺎ ﻳﺨﻞ ﺑﺎﻟﻤﻌﻨﻰ؛ ﻛﻤﺎ ﻟﻮ ﻛﺎﻥ ﻳﻘﺮﺃ } ﺃَﻧﻌَﻤﺖَ ﻋَﻠَﻴﻬِﻢْ { : ‏( ﺃﻧﻌﻤﺖُ ‏) ؛ ﺑﺎﻟﻀﻢ ، ﺃﻭ : } ﺍﻟْﻌَﺎﻟَﻤِﻴﻦَ { : ‏( ﺍﻟﻌﺎﻟِﻤﻴﻦ ‏) ؛ ﺑﻜﺴﺮ ﺍﻟﻼﻡ؛ ﻫﺬﺍ ﻳﺨﻞ ﺑﺎﻟﻤﻌﻨﻰ؛ ﻓﻼ ﻳﺠﻮﺯ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺧﻠﻒ ﻣﻦ ﻫﺬﻩ ﺣﺎﻟﻪ .
ﺃﻣﺎ ﺇﺫﺍ ﻛﺎﻥ ﺍﻟﻠﺤﻦ ﻻ ﻳﺤﻴﻞ ﺍﻟﻤﻌﻨﻰ؛ ﻓﻬﺬﺍ ﺃﻳﻀًﺎ ﻻ ﻳﺠﻌﻞ ﺇﻣﺎﻣًﺎ ﻭﻫﻨﺎﻙ ﻣﻦ ﻫﻮ ﺃﺣﺴﻦ ﻣﻨﻪ ﻗﺮﺍﺀﺓ .
ﻭﺃﻣﺎ ﺍﻟﻠﺤﻦ ﻓﻲ ﻏﻴﺮﻫﺎ ﻣﻦ ﺍﻟﺴﻮﺭ؛ ﻓﺘﺼﺢ ﻣﻌﻪ ﺍﻟﺼﻼﺓ . ﻟﻜﻦ ﻻ ﻳﻨﺒﻐﻲ ﻟﻠﻤﺴﻠﻢ ﺃﻥ ﻳﺘﺴﺎﻫﻞ ﻓﻲ ﻗﺮﺍﺀﺓ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ، ﺑﻞ ﻳﺠﺐ ﻋﻠﻴﻪ ﻗﺮﺍﺀﺓ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺑﺎﻹﺗﻘﺎﻥ ﻣﺎ ﺃﻣﻜﻦ ﺫﻟﻚ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻮﺟﻪ ﺍﻟﺼﺤﻴﺢ ، ﻭﻟﻜﻦ ﺻﻼﺗﻪ ﺻﺤﻴﺤﺔ ، ﻭﺻﻼﺓ ﻣﻦ ﺧﻠﻔﻪ ﺻﺤﻴﺤﺔ ﺇﺫﺍ ﻟﺤﻦ ﻓﻲ ﻏﻴﺮ ﺍﻟﻔﺎﺗﺤﺔ . ﻟﻜﻦ ﺇﺫﺍ ﻛﺎﻥ ﻫﻨﺎﻙ ﻣﻦ ﻫﻮ ﺃﺣﺴﻦ ﻣﻨﻪ؛ ﻓﻼ ﻳﻨﺒﻐﻲ ﺃﻥ ﻳُﺘَّﺨﺬ ﺇﻣﺎﻣًﺎ ، ﺑﻞ ﻳﺨﺘﺎﺭ ﻟﻠﺼﻼﺓ ﺍﻷﺟﻮﺩ ﻗﺮﺍﺀﺓ؛ ﻟﻘﻮﻟﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ : ‏( ﻳﺆﻡ ﺍﻟﻘﻮﻡ ﺃﻗﺮﺃﻫﻢ ﻟﻜﺘﺎﺏ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﺰَّ ﻭﺟﻞَّ ، ﻓﺈﻥ ﻛﺎﻧﻮﺍ ﻓﻲ ﺍﻟﻘﺮﺍﺀﺓ ﺳﻮﺍﺀ؛ ﻓﺄﻋﻠﻤﻬﻢ ﺑﺎﻟﺴﻨﺔ ‏) ‏[ ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ ﻓﻲ ﺻﺤﻴﺤﻪ ‏( 1 / 465 ‏) ‏] .
ﻓﺘﺠﻮﻳﺪ ﺍﻟﻘﺮﺍﺀﺓ ﻭﺇﺗﻘﺎﻧﻬﺎ ﺃﻣﺮ ﻣﻄﻠﻮﺏ ، ﻭﻻ ﻓﺮﻕ ﻓﻲ ﻫﺬﺍ ﺑﻴﻦ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺍﻟﺴﺮﻳﺔ ﻭﺍﻟﺠﻬﺮﻳﺔ . . . ﺍﻟﻜﻞ ﺳﻮﺍﺀ ﻓﻲ ﺍﻟﺤﻜﻢ .
” ﺍﻫـ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﻨﺘﻘﻰ ﻑ 134
http://www.ajurry.com/vb/showthread.php?t=764
Sumber dari : http://salafy.or.id/blog/2016/11/09/apabila-imam-sholat-salah-melafalkan-alfatihah/
tlgrm.me/hikmahfatwaislam

[AUDIO]: Nilai Sebuah Keikhlasan

Rekaman –  AUDIO KAJIAN  Kajian Islam Ilmiyyah Tanjung Priok  Ahad, 03 Rabi’ul Awwal 1440H / 11 November 2018M   Masjid Raya al-H...