>>BENARKAH “SURAT TAUBAT” ADALAH PERKARA MUHDATS?

BENARKAH “SURAT TAUBAT” ADALAH PERKARA MUHDATS?

Bismillahirrohmanirrohim. o
benarkah surat taubat perkara muhdats...

BENARKAH “SURAT TAUBAT” ADALAH PERKARA MUHDATS & BUKAN TERMASUK AJARAN SALAF SEDIKITPUN?

Nukilan:
Bang Radhie Taufik
31 Januari pukul 6.23
SURAT TAHDZIR
Dulu ada tuntutan menanda tangani “SURAT TOBAT” (-yg isinya sesuai selera sang paduka-) kepada asatidz yg dianggap menyimpang, kemarin ini ada pertanyaan kepada syeikh Ruzeiq hafizhahullaah tentang surat tobat, maka beliau menjawab : “hal ini perkara muhdatsah”
Sekarang ini, ada “SURAT TAHDZIR”, perkara apalagi ini???
Wahai syeikh, semakin jauh antum dari jalan salaf, semakin menyimpang dari jalan yg telah ditempuh mereka dengan perkara2 yg kamu ada adakan ini!
Sungguh, kami akan tanyakan perkara muhdatsah ini kepada ulama yg datang ke negeri ini, asy syeikh Abu Yasir Ruzeiq hafizhahullaah…
surat taubat muhdats...
Gambar 1. Surat taubat perkara muhdats
Dari audio yang disebarluaskan:
Bang Radhie Taufik
 .
SESI TANYA JAWAB
❁ ❁ ❁ ❁ ❁ ❁ ❁ ❁
D A U R O H
IMAM ASY SYAFI’I 5
———————–
Di Ma’had Ta’zhim As Sunnah – Rimbo Panjang
  20 Robi’uts tsani 1437H /
30 Januari 2016 M
—————
1.
—————
Pertanyaan:
Ya Syaikh apakah ada Salafnya ketika sesorang terjatuh di dalam kesalahan ia dituntut untuk tobat dan menulis surat Tobat?
Syaikh menjawab: 🏼 🔊Link audio: https://drive.google.com/uc?export=download&id=0Bxy-Ri5NHpn6NFR2bTJFWkRscFk
——————–
🏻🔊📥🏼
……….
Transkrip Penerjemah:
09.08: “…Dan tindakan menuntut orang-orang yang terjatuh di dalam kesalahan untuk kembali kepada kebenaran hal itu adalah yang diperintahkan misalnya seorang yang berkata kepada saudaranya yang terjatuh di dalam kesalahan, Bertaubatlah engkau kepada Allah, mohonlah ampunan kepada Allah”, ini termasuk amar ma’ruf nahi munkar. Adapun apabila kesalahan tersebut berkaitan dengan masalah aqidah, berkaitan dengan masalah kesyirikan, perkara-perkara kekafiran, maka orang yang melakukan diminta bertaubat oleh penguasa, apabila ia bertaubat maka diterima, dan jika tidak maka dia dibunuh dalam rangka menjaga manusia dari kesesatan yang diupayakannya.
Adapun tindakan setiap orang, datang atau menuntut orang lain yang melakukan kesalahan untuk bertaubat dan menyuruh mereka untuk menulis taubat mereka maka ini adalah perkara yang muhdats, perkara yang baru yang kita tidak pernah mendengar adanya perkara ini sebelum ini…” -selesai penukilan-
 Tanggapan pertama:
Jika dikatakan bahwa menulis surat taubat adalah muhdats lalu bagaimana dengan surat taubat di bawah ini?
بسم الله الرحمن الرحيم
“Dengan ini saya Abul Mundzir Dzul Akmal menyatakan dengan penuh kesadaran dan ke ikhlasan karena Allah bahwa:
…Demikian surat taubat ini saya tulis👈 dengan mengharap ridha Allah SWT… “
surat taubat uda 1
surat taubat uda 2
Gambar 2. Demikian surat taubat ini saya tulis…
Kritikan: ▶️ Jika surat taubat tersebut ditulis karena dipaksa, berarti si penulis surat taubat telah melakukan kedustaan atas nama Allah (!!!) dan penipuan publik tatkala menyatakan: “Dengan ini saya Abul Mundzir Dzul Akmal menyatakan dengan penuh kesadaran dan ke ikhlasan karena Allah bahwa:
…Demikian surat taubat ini saya tulis dengan mengharap ridha Allah SWT… “?!
 Sebagai bentuk pertanggungjawaban ilmiyah, umat membutuhkan penjelasan dan bukti ilmiyah siapa yang telah memaksanya menulis surat taubat (yang muhdats) tersebut dan dengan cara/alat apa dia dipaksa sehingga jatuh hukum terpaksa (secara syar’i)?
Hal ini penting diketahui untuk menimbang sejauh mana kaedah syar’i jatuh hukum (benar-benar) terpaksa terpenuhi, bukan semata hilah yang dimajukan saja.
 Adapun jika surat tersebut benar-benar ditulis dalam keadaan penuh kesadaran dan ke ikhlasan karena Allah sebagaimana redaksional isinya padahal kemudian difatwakan bahwa yang dilakukannya (menulis surat taubat) telah jatuh vonis muhdats maka umat sekarang membutuhkan bukti mana (surat?) Pernyataan Taubat dari Surat Taubatnya yang muhdats tersebut?! Bukankah demikian?
Jadi ada 3 pertanyaan sangat penting yang harus dijawab dengan penuh kesadaran dan ke ikhlasan karena Allah tanpa merasa dipaksa oleh siapapun.
2. Tanggapan kedua:
Berikut ini kami tampilkan tanya jawab terkait tuntutan kepada seseorang untuk bertaubat dan orang tersebut kemudian menuliskan “surat” taubatnya.
(Asy-Syaikh Muhammad bin Hady al-Madkhaly hafizhahullah)
Pertanyaan Keempat:
Semoga Allah senantiasa melimpahkan kebaikannya kepada Anda, sebagian orang yang berbicara mengkritik tanggapan sebagian Masayikh Salafiyun yang mereka tulis atas sebuah penjelasan yang dikeluarkan oleh salah seorang penuntut ilmu yang padanya dia menjelaskan taubatnya dan rujuknya, dalam tanggapan tersebut para ulama tersebut menjelaskan bahwa dia telah bertindak bagus dan baik taubatnya setelah dahulu mereka mentahdzirnya disebabkan ketergelinciran dan tindakan menyelisihi kebenaran yang dia lakukan.
Diantara yang diucapkan oleh para pengkritik itu adalah cukup baginya dengan bertaubat antara dirinya dengan Rabbnya dan tidak butuh terhadap surat pengampunan.
Yang lain mengatakan bahwa hal seperti ini bukan termasuk ajaran Salaf sedikit pun, bahkan perbuatan mereka itu menyeret kepada kesyirikan terhadap Allah dan sarana yang mengantarkan kepadanya.
Maka apa bimbingan Anda? Semoga Allah senantiasa menjaga Anda.
✔Jawaban:
Mereka itu jahil murakkab (bodoh kwadrat/berlipat = bodoh tapi tidak sadar dan sok pintar -pent), mereka itu tidak tahu, dan mereka tidak tahu bahwa mereka tidak tahu. Kalau tidak demikian, alhamdulillah sikap-sikap Ahlus Sunnah memenuhi kitab-kitab dalam bab ini, dan taubat Ibnu Aqil tidaklah jauh dari kita. Taubat Ibnu Aqil yang dihadiri sekian banyak orang dan mereka saksikan, dan para ulama menyebutkannya dalam kitab-kitab mereka dan pada biografi Ibnu Aqil, dan disebutkan oleh al-Hafizh Ibnu Qudamah, dan fulan serta fulan dari orang-orang yang menghadiri taubatnya ini yang dilakukan di masjid Jami’ al-Manshur. Dan yang terkhusus dari mereka adalah tokoh Hanabilah di zamannya yaitu asy-Syarif Abu Ja’far al-Hasyimy, beliau adalah tokoh Hanabilah di zaman itu. Para ulama memintanya untuk bertaubat dan beliau pun bertaubat dan menulis sebuah kitab yang menegaskan taubatnya. Dan setelah itu para ulama mengatakan, “Telah sah taubatnya.” Subhanallahil azhim, bagaimana mereka lalai atau pura-pura lalai darinya?! Ini merupakan perkara yang telah ma’ruf, diketahui, dan masyhur, serta tertulis dan tercetak dalam berbagai kitab. Tetapi masalahnya:
ﻭَﻣَﻦْ ﻟَﻢْ ﻳَﺠْﻌَﻞِ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻟَﻪُ ﻧُﻮﺭًﺍ ﻓَﻤَﺎ ﻟَﻪُ ﻣِﻦْ ﻧُﻮﺭٍ.
“Barangsiapa yang tidak diberi cahaya oleh Allah maka dia tidak memiliki cahaya.” (QS. An-Nuur: 40)
Dan saya mengarahkan orang-orang yang sok berilmu itu yang mengucapkan ucapan ini yang menunjukkan kebodohan mereka yang berlipat ganda, hendaknya mereka membaca kembali biografi Abul Wafa’ Ibnu Aqil saja, tidak perlu ke yang lain. Hendaknya mereka membuka kembali biografi Abul Wafa’ Ibnu Aqil rahimahullah Ta’ala di kitab-kitab biografi lalu hendaklah mereka melihat apa isinya. Hendaknya mereka juga membaca kembali risalah al-Imam Ibnu Qudamah Muwaffaquddin Ibnu Qudamah rahimahullah Ta’ala dalam bab ini dan itu masyhur. Di dalamnya beliau rahimahullah menyebutkan taubat Abul Wafa’ Ibnu Aqil dengan sanadnya. Kemudian setelah itu beliau menulis dengan menukil tulisan yang Ibnu Aqil telah bertaubat darinya. Diantara alasan beliau adalah karena khawatir ada yang tertipu dengannya. Maka beliau menulis kitab dan risalah yang bermanfaat yang berjudul “Tahrimun Nazhar fi Kutubil Kalam”. Dan di akhir risalah tersebut beliau menyebutkan para saksi yang disebutkan pada taubat ini dan juga tanda tangan mereka yang menyatakan sahnya taubat Abul Wafa’ Ibnu Aqil. Dan setiap orang yang menulis biografinya menyebutkan bahwa beliau telah bertaubat dan baik taubatnya. Maka apakah semacam ini merupakan surat pengampunan (seperti dalam agama Nasrani -pent)?! Kita berlindung kepada Allah dari kebodohan yang berlipat ganda.
إِذَا كُنْتَ ﻻ تَدْرِيْ فَتِلْكَ مُصِيْبَةٌ … وَإِنْ كُنْت تَدْرِيْ فلمصيبة أَعْظَمُ
Jika engkau tidak tahu maka itu adalah musibah Namun jika engkau tahu maka musibahnya lebih besar lagi
ﺇﺫﺍ ﻛﻨﺖ ﻻ ﺗﺪﺭﻱ ﻭﻟﺴﺖ ﻛﻤﻦ ﺩﺭﻯ … ﻓﻤﻦ ﻟﻲ ﺑﺄﻥ ﺗﺪﺭﻱ ﺑﺄﻧﻚ ﻻ ﺗﺪﺭﻱ
Jika engkau tidak mengetahui dan engkau tidak seperti orang yang mengetahui Maka siapa yang menjelaskan kepadaku agar engkau tahu bahwa engkau tidak tahu
ﻭَﺗَﻌَﺮَّ ﻣِﻦْ ﺛَﻮْﺑَﻴْﻦِ ﻣَﻦْ ﻳَﻠْﺒَﺴْﻬُﻤَﺎ *** ﻳَﻠْق ﺍﻟﺼَّﻐَﺎﺭَ ﺑِﺬِﻟَّﺔٍ ﻭَﻫَﻮَﺍﻥٍ
ﺛَﻮْﺏٍ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺠَﻬْﻞِ ﺍﻟْﻤُﺮَﻛَّﺐِ ﻓَﻮْﻗُﻪُ *** ﺛَﻮْﺏُ ﺍﻟﺘَّﻌَﺼُّﺐِ ﺑِﺌْﺴَﺖِ ﺍﻟﺜَّﻮْﺑَﺎﻥ
Maka tanggalkanlah dua jenis pakaian Yang barangsiapa mengenakannya maka dia akan ditimpa kerendahan dengan celaan dan kehinaan Yaitu pakaian jahil murakkab (kebodohan yang berlipat) Yang lebih parah dari keduanya adalah pakaian fanatisme
Mereka itu ya ikhwah, adalah orang-orang yang bodoh berlipat ganda. Kami memohon kepada Allah agar mengokohkan diri kami dan kalian.
Para Salaf rahimahumullah menulis semua itu dan menandatanganinya dan menjadikannya sebagai dalil. Jadi barangsiapa menyelisihi jalan ini dan mengingkarinya, maka dialah orang yang menyelisihi jalan Salaf.
Catatan
Terkait kisah taubatnya Ibnu Aqil rahimahullah dan “surat taubat” beliau sebagaimana yang disinggung oleh Asy Syaikh Muhammad bin Hadi hafizhahullah, silakan membaca selengkapnya pada link berikut:
http://tukpencarialhaq.com/2014/01/08/mendulang-faidah-dari-pernyataan-taubatnya-ibnu-aqil-rahimahullah/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

[AUDIO]: Nilai Sebuah Keikhlasan

Rekaman –  AUDIO KAJIAN  Kajian Islam Ilmiyyah Tanjung Priok  Ahad, 03 Rabi’ul Awwal 1440H / 11 November 2018M   Masjid Raya al-H...