>>Bimbingan Masuk Islam Mantan Aktivis Gereja


Alhamdulillah berikut kami hadirkan rekaman kajian yang disampaikan oleh Al Ustadz Sofyan Chalid Ruray dengan pembahasanbimbingan masuk islam mantan aktivis gereja yang dilaksanakan cibubur pada tanggal 20 july 2013.Download Disini

Sumber : www.syiartauhid.info

>>Dauroh Nasional 1434 H (24-25 Agustus 2013)

Add caption

Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah, dengan izin dan pertolongan Allah, insya Allah akan
hadir kembali:
KAJIAN ISLAM ILMIAH AHLUS SUNNAH WAL JAMAAH 2013
dengan tema
MENGGAPAI KEBAHAGIAAN HAKIKI DENGAN MENERAPKAN WARISAN PARA NABI

Pembicara:
1.    Asy-Syaikh Khalid azh-Zhafiri
2.    Asy-Syaikh Hani Salim Buraik
3.    Asy-Syaikh Badr al-Badr
Tempat:
1.    Kajian Umum: Masjid Agung Manunggal, Jl. Jenderal Sudirman no. 01,
Bantul, DIY
2.    Kajian Khusus Asatidzah: Ma’had Al-Anshar, Dusun Wonosalam, Desa
Sukoharjo, Kec. Ngaglik, Kab. Sleman, DIY
Waktu:
1.    Kajian Umum:
Hari/Tgl: Sabtu—Ahad, 24—25 Agustus 2013 (18—19 Syawal 1434 H)
Jam    : 09.00—selesai
2.    Kajian Khusus Asatidzah
Hari/Tgl : Kamis—Sabtu, 22—31 Agustus 2013 (16—25 Syawal 1434 H)

<<<www.salafyciampeabogor.blogspot.com>>>

Kontak:
Kajian Umum    : 0274-7453237
Kajian Khusus Asatidzah: 081328022770
Informasi Umum: 085747566736
Untuk Putri bisa diikuti di:
•    Ma’had Ar-Ridho Putri
Dusun Dagaran, Sewon, Bantul
•    Tarbiyatul Athfal Ibnu Taimiyah
Jl. Palagan Tentara Pelajar, Sedan, Sariharjo, Ngaglik, Sleman
Livestreaming insya Allah bisa diikuti di:
www.salafy.or.id
Paltalk: Room Religion & Spirituality>Islam>salafiyyin

www.salafyciampeabogor.blogspot.com

>>Pelajaran dari Kebodohan Ikhwanul Muslimin Mesir (Bag. 3)

بسم الله الرحمن الرحيم

Seorang muslim tentunya sedih dengan tumpahnya darah kaum muslimin di negeri manapun mereka berada, khususnya di Mesir pada hari-hari ini. Oleh karena itu, perlu adanya peringatan terhadap umat Islam agar jangan sampai musibah ini terjadi di negeri-negeri kaum muslimin yang lainnya.
Telah kami jelaskan sebelumnya tentang peringatan para ulama, bahwa penyebab musibah ini karena ulah sekelompok orang yang memiliki nafsu memberontak terhadap penguasa yang zalim. Maka sungguh sangat aneh, jika upaya menjelaskan kepada umat akan sesatnya sepak terjang Ikhwanul Muslimin dengan ideologi pemberontakan Khawarijnya, kemudian dianggap sebagai bentuk tidak simpati terhadap kaum muslimin yang menjadi korban kekerasan atau bahkan dituduh mendukung pemerintah yang zalim dan sekuler.
Dan Islam adalah agama yang sempurna, jika melarang sesuatu maka pasti ada solusinya yang lebih baik, dan jika seseorang kembali kepada metode beragama yang benar (manhaj Salaf), insya Allah ta’ala ia akan temukan semua solusi terhadap berbagai masalah yang dihadapi umat manusia, yaitu dengan bimbingan ilmu dan merujuk kepada ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
CARA MENGHADAPI PEMERINTAH YANG ZALIM
Sabar dan doa, inilah yang diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam ketika berhadapan dengan penguasa yang zalim. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ رَأَى مِنْ أَمِيرِهِ شَيْئًا يَكْرَهُهُ فَلْيَصْبِرْ فَإِنَّهُ مَنْ فَارَقَ الْجَمَاعَةَ شِبْرًا فَمَاتَ فَمِيتَةٌ جَاهِلِيَّةٌ
“Barangsiapa yang melihat suatu (kemungkaran) yang ia benci pada pemimpinnya, maka hendaklah ia bersabar, karena sesungguhnya barangsiapa yang memisahkan diri dari jama’ah (pemerintah) kemudian ia mati, maka matinya adalah mati jahiliyah.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu’anhuma]
Beliau shallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda,
إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ بَعْدِي أَثَرَةً وَأُمُورًا تُنْكِرُونَهَا قَالُوا فَمَا تَأْمُرُنَا يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ أَدُّوا إِلَيْهِمْ حَقَّهُمْ وَسَلُوا اللَّهَ حَقَّكُمْ
“Sesungguhnya kalian akan melihat (pada pemimpin kalian) kecurangan dan hal-hal yang kalian ingkari (kemungkaran)”. Mereka bertanya, “Apa yang engkau perintahkan kepada kami wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Tunaikan hak mereka (pemimpin) dan mintalah kepada Allah hak kalian (berdoa).” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dariAbdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu]
Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata,
“Demi Allah, andaikan manusia bersabar dengan musibah berupa kezaliman penguasa, maka tidak lama Allah ta’ala akan menghilangkan kezaliman tersebut dari mereka, namun apabila mereka mengangkat senjata melawan penguasa yang zalim, maka mereka akan dibiarkan oleh Allah. Dan demi Allah, hal itu tidak akan mendatangkan kebaikan kapan pun. Kemudian beliau membaca firman Allah ta’ala,
وَتَمَّتْ كَلِمَتُ رَبِّكَ الْحُسْنَى عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ بِمَا صَبَرُوا وَدَمَّرْنَا مَا كَانَ يَصْنَعُ فِرْعَوْنُ وَقَوْمُهُ وَمَا كَانُوا يَعْرِشُونَ
“Maka sempurnalah kalimat Rabbmu yang maha baik kepada Bani Israil disebabkan kesabaran mereka dan Kami musnahkan apa yang diperbuat oleh Fir’aun dan kaumnya dan apa yang mereka bina.” (Al-A’rof: 137).” [Lihat Madarikun Nazhor, hal. 6]
Al-Hasan Al-Basri rahimahullah juga berkata,
إن الحجاج عذاب الله فلا تدفعوا عذاب الله بأيديكم ولكن عليكم بالاستكانة والتضرع فإن الله تعالى يقول ولقد أخذناهم بالعذاب فما استكانوا لربهم وما يتضرعون
“Sesungguhnya Al-Hajjaj (penguaza zalim) adalah azab Allah, maka janganlah kalian menolak azab Allah dengan tangan-tangan kalian, akan tetapi hendaklah kalian merendahkan diri karena takut kepada-Nya dan tunduk berdoa, karena Allah ta’ala berfirman,
وَلَقَدْ أَخَذْنَاهُمْ بِالْعَذَابِ فَمَا اسْتَكَانُوا لِرَبِّهِمْ وَمَا يَتَضَرَّعُونَ
“Dan sungguh Kami telah timpakan kepada mereka azab, namun mereka tidak takut kepada Rabb mereka dan tidak pula berdoa.” (Al-Mu’minun: 76).” [Lihat Minhaajus Sunnah, 4/315]
Thalq bin Habib rahimahullah berkata,
اتقوا الفتنة بالتقوى فقيل له أجمل لنا التقوى فقال أن تعمل بطاعة الله على نور من الله ترجو رحمة الله وأن تترك معصية الله على نور من الله تخاف عذاب الله رواه أحمد وابن أبي الدنيا
“Hadapilah fitnah (kekacauan) dengan ketakwaan.” Maka dikatakan kepada beliau: “Jelaskan kepada kami secara global apa itu taqwa?” Beliau berkata: “Takwa adalah engkau mengamalkan ketaatan kepada Allah berdasarkan cahaya (ilmu) dari Allah dalam keadaan engkau mengharap rahmat Allah, dan engkau tinggalkan kemaksiatan kepada Allah berdasarkan cahaya (ilmu) dari Allah dalam keadaan engkau takut azab Allah.” (Diriwayatkan Imam Ahmad dan Ibnu Abid Dunya).” [Lihat Minhaajus Sunnah, 4/315]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
وكان أفاضل المسلمين ينهون عن الخروج والقتال في الفتنة كما كان عبد الله بن عمر وسعيد بن المسيب وعلي بن الحسين وغيرهم ينهون عام الحرة عن الخروج على يزيد وكما كان الحسن البصري ومجاهد وغيرهما ينهون عن الخروج في فتنة ابن الأشعث ولهذا استقر أمر أهل السنة على ترك القتال في الفتنة للأحاديث الصحيحة الثابته عن النبي صلى الله عليه وسلم وصاروا يذكرون هذا في عقائدهم ويأمرون بالصبر على جور الأئمة وترك قتالهم وإن كان قد قاتل في الفتنة خلق كثير من أهل العلم والدين
“Para pembesar kaum muslimin melarang dari pemberontakan dan peperangan dalam masa fitnah, sebagaimana Abdullah bin Umar, Sa’id bin Al-Musayyib, Ali bin Al-Hasan dan selainnya melarang kaum muslimin dari pemberontakan terhadap Yazid di masa Al-Harah. Sebagaimana juga Al-Hasan Al-Basri, Mujahid dan selainnya melarang dari pemberontakan pada fitnah Ibnul Asy’ats. Oleh karena itu, telah tetap pendapat Ahlus Sunnah bahwa tidak boleh berperang di masa fitnah berdasarkan hadits-hadits shahih yang berasal dari Nabi shallallahu’alaihi wa sallam. Dan para ulama terus menyebutkan hal ini dalam kitab-kitab aqidah mereka, dan para ulama memerintahkan umat untuk bersabar menghadapi kezaliman penguasa dan tidak memerangi mereka, meskipun pernah terlibat banyak ahli ilmu dan ibadah dalam peperangan di masa fitnah (tetap saja hal itu salah).” [Mihaajus Sunnah, 4/315-316]
Bagian akhir ucapan Syaikhul Islam di atas, yaitu tentang adanya sebagian ahli ilmu dan ibadah dari kalangan Ahlus Sunnah, seperti Al-Husain radhiyallahu’anhu dan lainnya yang pernah terlibat dalam pemberontakan maksudnya adalah tidak boleh dijadikan dalil, sebab perbuatan mereka telah menyelisihi dalil syar’i. Oleh karena itu para ulama kemudian sepakat, bahwa pemberontakan hukumnya haram sebagaimana yang telah kami nukil sebelumnya. Adapun keterlibatan sebagian ulama Ahlus Sunnah dalam pemberontakan itu terjadi sebelum adanya ijma’ tersebut, sehingga mereka tidaklah dihukumi sebagai khawarij, namun mujtahid yang salah.
An-Nawawi rahimahullah berkata,
قال القاضي وقيل أن هذا الخلاف كان أولا ثم حصل الإجماع على منع الخروج عليهم والله اعلم
“Al-Qodhi ‘Iyadh rahimahullah berkata: Dan dikatakan bahwa khilaf ini terjadi dahulu, kemudian telah sepakat (ijma’ ulama) akan dilarangnya pemberontakan, wallaahu a’lam.”[Syarah Muslim, 12/229]
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata,
وقولهم كان يرى السيف يعني كان يرى الخروج بالسيف على ائمة الجور وهذا مذهب للسلف قديم لكن استقر الامر على ترك ذلك لما رأوه قد افضى إلى أشد منه ففي وقعة الحرة ووقعة ابن الاشعث وغيرهما عظة لمن تدبر

“Dan ucapan para Ulama: (كان يرى السيف), maknaknya adalah, dia (Al-Hasan bin Shalih) berpendapat boleh memberontak dengan pedang terhadap penguasa yang zalim. Pendapat ini dahulu merupakan mazhab sebagian Salaf. Akan tetapi setelah itu telah tetap pendapat Salaf akan tidak bolehnya melakukan pemberontakan, karena mereka telah melihat bahwa pemberontakan hanya mengantarkan kepada kondisi yang lebih buruk. Pada peristiwa Al-Harah, pemberontakan Ibnul Asy’ats dan lainnya terdapat pelajaran bagi orang yang merenunginya.” [Tahzibut Tahzib, 2/250]

>>Pelajaran dari Kebodohan Ikhwanul Muslimin Mesir (Bag. 2)

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Kebodohan terhadap manhaj yang haq, metode beragama yang benar, yang dicontohkan oleh generasi Salaf, yaitu generasi Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dan sahabat, inilah diantara sebab utama terjadinya berbagai macam kesesatan, dan tidak jarang mengakibatkan kekacauan suatu negeri dan tumpahnya darah kaum muslimin.
Inilah yang terjadi pada kelompok-kelompok sesat yang memiliki ideologi Khawarij, seperti Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir, Al-Qo’idah dan lain-lain. Tatkala berhadapan dengan para penguasa yang zalim, mereka lebih mengedepankan emosi tanpa ilmu dan berjalan tanpa bimbingan ahli ilmu, akhirnya mengantarkan mereka kepada kerusakan-kerusakan.
HARAMNYA PEMBERONTAKAN TERHADAP PEMERINTAH MUSLIM YANG ZALIM BERDASARKAN KESEPAKATAN (IJMA’) ULAMA
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ رَأَى مِنْ أَمِيرِه شَيْئًا يَكْرَهُهُ فَلْيَصْبِرْ فَإِنَّهُ مَنْ فَارَقَ الْجَمَاعَةَ شِبْرًا فَمَاتَ فَمِيتَةٌ جَاهِلِيَّةٌ
“Barangsiapa yang melihat suatu (kemungkaran) yang ia benci pada pemimpinnya, maka hendaklah ia bersabar, karena sesungguhnya barangsiapa yang memisahkan diri dari jama’ah (pemerintah) kemudian ia mati, maka matinya adalah mati jahiliyah.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu’anhuma]
{{{www.salafyciampeabogor.blogspot.com}}}
Beliau shallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda,
إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ بَعْدِي أَثَرَة وَأُمُورًا تُنْكِرُونَهَا قَالُوا فَمَا تَأْمُرُنَا يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ أَدُّوا إِلَيْهِمْ حَقَّهُمْ وَسَلُوا اللَّهَ حَقَّكُمْ
“Sesungguhnya kalian akan melihat (pada pemimpin kalian) kecurangan dan hal-hal yang kalian ingkari (kemungkaran)”. Mereka bertanya, “Apa yang engkau perintahkan kepada kami wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Tunaikan hak mereka (pemimpin) dan mintalah kepada Allah hak kalian.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu]
Beliau shallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda,
يَكُونُ بَعْدِى أَئِمَّة لاَ يَهْتَدُونَ بِهُدَاىَ وَلاَ يَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِى وَسَيَقُومُ فِيهِمْ رِجَالٌ قُلُوبُهُمْ قُلُوبُ الشَّيَاطِينِ فِى جُثْمَانِ إِنْسٍ قَالَ قُلْتُ كَيْفَ أَصْنَعُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ أَدْرَكْتُ ذَلِكَ قَالَ تَسْمَعُ وَتُطِيعُ لِلأَمِيرِ وَإِنْ ضُرِبَ ظَهْرُكَ وَأُخِذَ مَالُكَ فَاسْمَعْ وَأَطِعْ
“Akan ada sepeninggalku para penguasa yang tidak meneladani petunjukku dan tidak mengamalkan sunnahku, dan akan muncul diantara mereka (para penguasa) orang-orang yang hati-hati mereka adalah hati-hati setan dalam jasad manusia.” Aku (Hudzaifah) berkata, “Bagaimana aku harus bersikap jika aku mengalami hal seperti ini?” Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Engkau tetap dengar dan taat kepada pemimpin itu, meskipun punggungmu dipukul dan hartamu diambil, maka dengar dan taatlah.” [HR. Muslim dari Hudzaifah Ibnul Yaman radhiyallahu’anhu]
Ubadah bin Shamit radhiyallahu’anhu berkata,
دَعَانَا رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَبَايَعْنَاه فَكَانَ فِيمَا أَخَذَ عَلَيْنَا أَنْ بَايَعَنَا عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ فِى مَنْشَطِنَا وَمَكْرَهِنَا وَعُسْرِنَا وَيُسْرِنَا وَأَثَرَةٍ عَلَيْنَا وَأَنْ لاَ نُنَازِعَ الأَمْرَ أَهْلَهُ قَالَ إِلاَّ أَنْ تَرَوْا كُفْرًا بَوَاحًا عِنْدَكُمْ مِنَ اللَّهِ فِيهِ بُرْهَانٌ
“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyeru kami, lalu kami pun membai’at beliau, maka diantara yang beliau ambil perjanjian atas kami adalah, kami membai’at beliau untuk senantiasa mendengar dan taat kepada pemimpin, baik pada saat kami senang maupun susah; sempit maupun lapang, dan dalam keadaan hak-hak kami tidak dipenuhi, serta agar kami tidak berusaha merebut kekuasaan dari pemiliknya. Beliau bersabda: Kecuali jika kalian telah melihat kekafiran yang nyata, sedang kalian memiliki dalil dari Allah tentang kekafirannya.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
Wail bin Hujr radhiyallahu’anhu berkata,
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَرَجُلٌ سَأَلَهُ فَقَالَ أَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ عَلَيْنَا أُمَرَاءُ يَمْنَعُونَا حَقَّنَا وَيَسْأَلُونَا حَقَّهُم فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم اسْمَعُوا وَأَطِيعُوا فَإِنَّمَا عَلَيْهِمْ مَا حُمِّلُوا وَعَلَيْكُمْ مَا حُمِّلْتُمْ
“Aku mendengar ketika seseorang bertanya kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, “Apa pendapatmu jika para pemimpin kami tidak memenuhi hak kami (sebagai rakyat), namun tetap meminta hak mereka (sebagai pemimpin)?” Maka Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Dengar dan taati (pemimpin kalian), karena sesungguhnya dosa mereka adalah tanggungan mereka dan dosa kalian adalah tanggungan kalian.” [HR. Muslim dan At-Tirmidzi, Ash-Shahihah: 3176]
Al-Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi rahimahullah berkata,
ولا نرى الخروج على أئمتنا وولاة أُمورنا ، وإن جاروا ، ولا ندعوا عليهم ، ولا ننزع يداً من طاعتهم ونرى طاعتهم من طاعة الله عز وجل فريضةً ، ما لم يأمروا بمعصيةٍ ، وندعوا لهم بالصلاح والمعافاة
“Kami tidak memandang bolehnya memberontak kepada para pemimpin dan pemerintah kami, meskipun mereka berbuat zhalim. Kami tidak mendoakan kejelekan bagi mereka. Kami tidak melepaskan diri dari ketaatan kepada mereka dan kami memandang ketaatan kepada mereka adalah ketaatan kepada Allah sebagai suatu kewajiban, selama yang mereka perintahkan itu bukan kemaksiatan (kepada Allah). Kami doakan mereka dengan kebaikan dan keselamatan.” [Matan Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyah]
Ulama besar Syafi’iyah, An-Nawawi Asy-Syafi’i rahimahullah berkata,
وأجمع أهل السنة أنه لا ينعزل السلطان بالفسق وأما الوجه المذكور في كتب الفقه لبعض أصحابنا أنه ينعزل وحكى عن المعتزلة أيضا فغلط من قائله مخالف للإجماع قال العلماء وسبب عدم انعزاله وتحريم الخروج عليه ما يترتب على ذلك من الفتن واراقة الدماء وفساد ذات البين فتكون المفسدة في عزله أكثر منها في بقائه قال القاضي عياض أجمع العلماء على أن الإمامة لا تنعقد لكافر وعلى أنه لو طرأ عليه الكفر انعزل
“Dan telah sepakat Ahlus Sunnah bahwa tidak boleh seorang penguasa dilengserkan karena kefasikan (dosa besar) yang ia lakukan. Adapun pendapat yang disebutkan pada kitab-kitab fiqh yang ditulis oleh sebagian sahabat kami (Syafi’iyah) bahwa penguasa yang fasik harus dilengserkan dan pendapat ini juga dinukil dari kaum Mu’tazilah, maka telah salah besar, orang yang berpendapat demikian menyelisihi ijma’.
Dan ulama menjelaskan, sebab tidak bolehnya penguasa zalim dilengserkan dan haramnya memberontak kepadanya karena akibat dari hal itu akan muncul berbagai macam fitnah (kekacauan), ditumpahkannya darah dan rusaknya hubungan, sehingga kerusakan dalam pencopotan penguasa zalim lebih banyak disbanding tetapnya ia sebagai penguasa. Al-Qodhi ‘Iyadh rahimahullah berkata: Ulama sepakat bahwa kepemimpinan tidak sah bagi orang kafir, dan jika seorang pemimpin menjadi kafir harus dicopot.” [Syarh Muslim, 12/229]
AI-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata,
وقد أجمع الفقهاء على وجوب طاعة السلطان المتغلب والجهاد معه وأن طاعته خير من الخروج عليه لما في ذلك من حقن الدماء وتسكين الدهماء
“Dan telah sepakat fuqoha atas wajibnya taat kepada penguasa yang sedang berkuasa dan berjihad bersamanya, dan (mereka juga sepakat) bahwa taat kepadanya lebih baik disbanding memberontak, sebab dengan itu darah terpelihara dan membuat nyaman kebanyakan orang.” [Fathul Bari, 13/7]
HARAMNYA PEMBERONTAKAN MESKI TERHADAP PEMERINTAH YANG MERAIH KEKUASAAN DENGAN CARA YANG SALAH
Al-Imam Ali bin Madini rahimahullah berkata,
ومن خرج علي امام من ائمة المسلمين وقد اجتمع عليه الناس فأقروا له بالخلافة بأي وجه كانت برضا كانت أو بغلبة فهو شاق هذا الخارج عليه العصا وخالف الآثار عن رسول الله صلى الله عليه و سلم فإن مات الخارج عليه مات ميتة جاهلية
“Brangsiapa yang memberontak kepada salah seorang pemimpin kaum muslimin, padahal manusia telah berkumpul di bawah kepemimpinannya, mereka pun mengakui kepemimpinannya, dengan cara apa saja ia mendapati kepemimpinan itu, apakah dengan kerelaan atau dengan paksa, maka orang yang memberontak itu telah merusak persatuan kaum muslimin dan menyelisihi hadits-hadits Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, jika pemberontak ini mati maka matinya jahiliyah.” [Syarhul I’tiqod Ahlis Sunnah wal Jama’ah lil Laalikaai, 1/168]
Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata,

“Aku memandang wajibnya mendengar dan mentaati para pemimpin kaum muslimin, apakah itu pemimpin yang baik maupun jahat, selama mereka perintahkan itu bukan kemaksiatan. Dan siapa yang memimpin khilafah dan manusia bersatu dalam kepemimpinannya, mereka ridho kepadanya, meskipun dia mengalahkan mereka dengan pedang hingga menjadi pemimpin, maka wajib taat kepadanya dan haram memisahkan diri (memberontak) kepadanya.” [Syarhu Risalah Ila Ahlil Qosim, Syaikh Shalih Al-Fauzan, hal. 157]

>>Pelajaran dari Kebodohan Ikhwanul Muslimin Mesir (Bag. 1)


Mengambil pelajaran dari sejarah suatu bangsa dan kisah yang telah berlalu adalah perintah Allah ta'ala kepada kaum mukminin,
قد خلت من قبلكم سنن فسيروا في الأرض  فانظروا  كيف كان عاقبة المكذبين
"Telah lewat sebelum kalian tes-tes yang menimpa pengikut para nabi, maka berjalanlah di muka bumi lalu lihatlah bagaimana akibat yang jelek bagi orang-orang yang mendustakan." [Ali Imron: 137]
Sebetulnya, sejarah yang telah berlalu telah memberikan pelajaran besar bagi umat Islam, bahwa pemberontakan terhadap pemerintah muslim yang zalim hanyalah mendatangkan kemudharatan yang lebih besar dibanding manfaatnya. Namun sayang kelompok bid'ah Ikhwanul Muslimin belum juga mau mengambil pelajaran, mereka korbankan nyawa-nyawa kaum muslimin hanya demi meraih kekuasaan yang terampas dari tangan mereka.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
أن الله تعالى بعث محمدا صلى الله عليه وسلم بصلاح العباد في المعاش والمعاد وأنه أمر بالصلاح ونهى عن الفساد فإذا كان الفعل فيه صلاح وفساد رجحوا الراجح منهما فإذا كان صلاحه أكثر من فساده رجحوا فعله وإن كان فساده أكثر من صلاحه رجحوا تركه فإن الله تعالى بعث رسوله صلى الله عليه وسلم بتحصيل المصالح وتكميلها وتعطيل المفاسد وتقليلها فإذا تولى خليفة من الخلفاء كيزيد وعبد الملك والمنصور وغيرهم فإما أن يقال يجب منعه من الولاية وقتاله حتى يولى غيره كما يفعله من يرى السيف فهذا رأى فاسد فإن مفسدة هذا أعظم من مصلحته وقل من خرج على إمام ذي سلطان إلا كان  ما تولد على فعله من الشر أعظم مما تولد من الخير كالذين خرجوا على يزيد بالمدينة وكابن الأشعث الذي خرج على عبد الملك بالعراق وكابن المهلب الذي خرج على ابنه بخراسان وكأبي مسلم صاحب الدعوة الذي خرد عليهم بخراسان أيضا وكالذين خرجوا على المنصور بالمدينة والبصرة وأمثال هؤلاء وغاية هؤلاء إما أن يغلبوا وإما أن يغلبوا ثم يزول ملكهم فلا يكون لهم عاقبة فإن عبد الله بن علي وأبا مسلم هما اللذان قتلا خلقا كثيرا وكلاهما قتله أبو جعفر المنصور وأما أهل الحرة وابن الأشعث وابن المهلب وغيرهم فهزموا وهزم أصحابهم فلا أقاموا دينا ولا أبقوا دنيا والله تعالى لا يأمر بأمر لا يحصل به صلاح الدين ولا صلاح الدنيا وإن كان فاعل ذلك من أولياء الله المتقين ومن أهل الجنة
"Bahwa Allah ta'ala mengutus Nabi Muhammad shallallahu'alaihi wa sallam demi kemaslahatan para hamba di kehidupan dunia dan akhirat, dan bahwa beliau memerintahkan kepada kebaikan dan melarang dari kerusakan, maka apabila dalam satu perbuatan ada kebaikan dan kerusakan, hendaklah kaum muslimin mengambil mana yang paling kuat dari keduanya; jika kebaikannya lebih banyak dari kerusakannya, hendaklah mereka melakukannya. Namun apabila kerusakannya lebih banyak dari kebaikannya, hendaklah mereka meninggalkannya, karena sesungguhnya Allah ta'ala mengutus Rasul-Nya shallallahu'alaihi wa sallam untuk menghasilkan kemaslahatan dan menyempurnakannya, serta menghilangkan minus dan menguranginya.
>>www.salafyciampeabogor.blogspot.com<<
Maka, jika yang berkuasa dari kalangan khalifah (yang tidak lebih cepat) seperti Yazid, Abdul Malik, Al-Manshur dan selain mereka; bisa jadi dikatakan bahwa wajib mencopotnya dan memeranginya sampai ia lengser dan digantikan oleh yang lainnya, sebagaimana yang dilakukan oleh mereka yang berpendapat mungkin pemberontakan, maka ini adalah pendapat yang rusak, karena sungguh kerusakannya lebih besar dari kemaslahatannya.
Dan pada umumnya, tidaklah mereka memberontak kepada penguasa kecuali timbul kejelekan yang lebih besar dibanding kebaikan, seperti mereka yang memberontak kepada Yazid di Madinah, pemberontakan Ibnul 'Asy'ats terhadap Abdul Malik di Irak, pemberontakan Ibnul Mulhab terhadap anaknya Abdul Malik di Khurasan, pemberontakan Abu Muslim yang menyerukan pemberontakan terhadap penguasa di Khurasan, juga pemberontakan terhadap Al-Manshur di Madinah dan Bashroh dan yang semisalnya, pada akhirnya dua kemungkinan, mereka dikalahkan atau mereka menang lalu berakhir kekuasaan penguasa sebelumnya, namun yang terjadi adalah tidak ada hasil yang baik bagi para pemberontak tersebut.
Abdullah bin Ali dan Abu Muslim yang melakukan pemberontakan dengan membunuh banyak orang akhirnya keduanya dibunuh oleh Abu Ja'far Al-Manshur, adapun penduduk Al-harah, Ibnul Asy'ats, Ibnul Mulhab dan selain mereka akhirnya menderita kekalahan, demikian pula pasukan-pasukannya , sehingga mereka tidaklah menegakkan agama dan tidak pula menyisakan dunia, padahal Allah ta'ala tidak memerintahkan suatu hal yang tidak menghasilkan kebaikan bagi agama maupun dunia, meskipun yang memberontak itu dari kalangan wali Allah yang bertakwa dan termasuk penduduk surga (perbuatan mereka tidak dapat dibenarkan ). "[Minhaajus Sunnah, 4/313-315, Asy-Syamilah]
Apa yang dijelaskan oleh Syaikhul Islam di atas tidaklah terlalu jauh dengan apa yang terjadi di Mesir dan negara-negara lainnya hari ini, Ikhwanul Muslimin di Mesir sebelumnya telah menggerakkan pemberontakan terhadap Husni Mubarak dalam bentuk demonstrasi dan celaan-celaan terhadap penguasa di media massa, ketika pada akhirnya mereka berkuasa, pihak lain pun melakukan pemberontakan terhadap mereka. Setelah kekuasaan mereka tumbang, mereka kembali melakukan pemberontakan, akhirnya nyawa-nyawa kaum muslimin yang menjadi korban.
Belum cukupkah ini menjadi pelajaran berharga bagi kaum muslimin, khususnya kepada mereka yang masih bersimpati dengan kelompok bid'ah Ikhwanul Muslimin, mengidolakan tokoh-tokoh IM yang jelas-jelas memiliki ideologi pemberontakan, bahkan menginstruksikan untuk mencoblos partai mereka, seperti kelompok Wahdah Islamiyah yang berpusat di Makassar, demikian pula tokoh-tokoh yang terpengaruh ideologi pemberontakan Khawarij IM seperti Abdur Rahman Abdul Khaliq, Muhammad Surur, Salman Al-'Audah, Safar Al-Hawali,' Aidh Al-Qorni, Muhammad Al-Arifi, berhati-hatilah dari kesesatan mereka,
فاعتبروا يا أولي الأبصار
"Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang memiliki pandangan."  [Al-Hasyr: 2]

>>INILAH ....WANITA YANG DI SALAMI DARI ALLAH MELALUI MALAIKAT JIBRIL, Khadijah binti Khuwailid

Khadijah binti Khuwailid

Namanya terukir indah dengan tinta emas dalam sejarah perjuangan Islam. Pelipur duka dan lara penghulu umat manusia dunia dan akhirat, Muhammad `, sang kekasih Allah.
Ia adalah Khadijah bintu khuwailid, ibunda kaum mukminin. Allah karuniakan kepadanya anugerah agung menjadi pendamping dan pendukung sebaik-baik manusia. Wanita pertama yang membenarkan kenabian muhammad di saat manusia mendustakannya. Ia adalah pelindung bagi beliau saat manusia memeranginya. Kepadanya secara khusus Allah menyampaikan salam. Rasulullah ` bersabda, ”wahai Khadijah, sesungguhnya Jibril menyampaikan salam dari Rabbmu.” Khadijah menjawab, “Allah Dialah As Salam, dari-Nya pula salam keselamatan, semoga Allah melimpahkan salam atas Jibril.”. MasyaAllah…
Ia adalah Khadijah bintu Khuwailid bin Asad bin Abdul ’uzza bin Qushay Al Qurasyyiah Al Asadiyah. Pada masa jahiliah Ia dikenal dengan kemuliaan, kecantikan, dan kekayaannya. Ia adalah wanita yang suci, wanita yang menjaga kehormatannya sehingga Ath Thahirah, julukan ini melekat kepadanya.
<<<www.salafyciampeabogor.blogspot.com>>>
Di saat ia menjanda dari suami pertama yaitu Abu Halah bin An Nabasyi bin Zurarah At Tamimi, kemudian dari suami yang kedua ‘Atiq bin ‘Aidz bin Abdullah bin Amr Al Makhzumy, seluruh pemuka Quraisy berharap bisa bersanding dengannya. Semuanya ia tolak karena Allah berkehendak untuk menikahkannya dengan seorang terbaik di muka bumi.
Sebagaimana mayoritas orang Quraisy yang lain, Khadijah yang berkuniyah ummu Hindun adalah pedagang yang mengirimkan dagangannya ke Syam. Ia mempekerjakan orang untuk menjalankan usaha ini. Ketika Rasulullah yang terkenal dengan julukan Al Amin (yang amanah), menginjak umur 25 tahun, Khadijah meminta beliau untuk membawa dagangan ke Syam bersama budaknya yang bernama Maisarah. Rasulullah membawa dagangannya ke pasar Bushra, dan kembali dengan membawa keuntungan yang berlipat-lipat dari biasanya. Khadijah yang hatinya sudah tertambat kepada beliau semakin menaruh perhatian. Ia banyak bertanya kepada budaknya mengenai pribadi Rasulullah `. Maisarah pun menceriterakan keluhuran budi pekerti yang ia ketahui semenjak bersama  Rasulullah dalam safar dagang tersebut, terutama sifat amanah dan kejujuran beliau dalam menjalankan usahanya. Hati Khadijah semakin terpaut dengan Rasulullah dan ingin menikah dengan beliau. Diutuslah Nafisah binti Umayyah, saudara perempuan Ya’la bin Umayyah At Tamimi untuk menyampaikan hajatnya kepada Rasulullah. Nafisah mengatakan kepada Rasulullah,”kenapa engkau tidak menikah?” beliau menjawab,”aku tidak memiliki apa-apa.” Nafisah mengatakan,”apabila engkau dicukupi, menikah dengan orang yang memiliki harta, kecantikan, dan kemuliaan, apakah engkau bersedia?” beliau bertanya,”siapa?” dijawab, “Khadijah.”. Beliau pun menyanggupinya. Beliau dinikahkan oleh paman Khadijah yaitu Amr bin Asad bin Abdul’uzza Al Qurasyi Al Asadi.
Demikianlah Allah karuniakan anugerah indah ini kepada Khadijah wanita suci. Inilah awal kemuliannya. Kemudian keutamaan demi keutamaan pun diraih. Rasulullah ` bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas z,”sebaik-baik wanita surga Khadijah binti Khuwailid, Fathimah binti Muhammad, Maryam binti Imran, dan Asiyah binti Muzahim.”. Subhanallah…
Rasulullah ketika itu berumur 25 tahun, sedangkan Khadijah 40 tahun, keluarga harmonis yang dibangun oleh dua insan berakhlak mulia. Allah limpahkan berkah-Nya, sehingga terlahir dari pernikahan suci ini Al Qasim dan Abdullah yang keduanya meninggal pada usia kanak-kanak. Juga Fatimah, zainab, Ruqayyah, dan Ummu Kultsum, yang kemudian semua masuk islam dan berhijrah ke Madinah. Khadijah sangat mencintai Rasulullah, segala upaya ditempuh untuk membahagiakan beliau, sampai ketika melihat Rasulullah senang terhadap Zaid bin Haritsah yang waktu itu sebagai budaknya, khadijah pun menghadiahkan untuk beliau.
Menjelang pengangkatan sebagai Nabi, Rasululah senang menyendiri di gua Hira, lari dari kebencian beliau terhadap kesesatan kaumnya menyembah berhala. Khadijah sang istri setia, terus memberikan dorongan kepada beliau. Ia menyiapkan bekal bagi beliau selama beberapa hari, dan dengan sabar menanti di rumah. Keadaan ini berlangsung sampai beberapa waktu, ketika bekal habis beliau pulang untuk mengambilnya yang telah disiapkan oleh istri tercinta, dan kembali beribadah menyendiri di gua hira.
Saat turun wahyu pertama, datanglah malaikat Jibril kepada beliau, Jibril mengatakan,”bacalah!”, beliau menjawab,” aku tidak bisa membaca.”, Rasulullah mengisahkan,” lalu Jibril memelukku dengan kuat, sampai sesak kemudian melepaskanku dan mengatakan kembali, ‘bacalah!’, aku menjawab,’ aku tidak bisa membaca.’, untuk yang kedua kalinya Jibril memelukku sampai sesak kemudian melepaskanku dan mengatakan,’ bacalah!’, aku menjawab dengan jawaban yang sama. Kembali Jibril memelukku sampai sesak untuk yang ketiga kalinya, kemudian melepaskanku dan mengatakan,
“Bacalah dengan (menyebut) nama Rabbmu yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaran pena. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” [Q.S. Al Alaq:1-5].”. Rasulullah pun segera bergegas pulang dengan hati bergoncang hebat. Sesampainya beliau di rumah, beliau langsung mengatakan kepada istri beliau, ”selimuti aku, selimuti aku!”, Khadijah pun menyelimuti beliau hingga hilang rasa takut beliau. Kemudian beliau menceriterakan semua kejadian yang dialami kepada Khadijah, beliau mengatakan, “sungguh aku sangat takut atas diriku.” Segera Khadijah membesarkan hati suaminya, “sekali-kali tidak, bergembiralah, demi Allah, Allah tidak akan merendahkanmu selama-lamanya, sungguh engkau adalah orang yang menyambung silaturahmi, jujur dalam berbicara, senang memuliakan tamu, menanggung kesusahan orang lain, bersedekah kepada orang yang tidak punya dan menolong orang yang terdzalimi.”.
Kemudian Khadijah mengajak Rasulullah menemui Waraqah bin Naufal bin Asad bin Abdul ‘uzza, paman Khadijah yang beragama nasrani, seorang yang menulis Injil dengan bahasa Ibrani, seorang yang sudah tua dan buta. Rasulullah pun menceritakan apa yang beliau alami, Waraqah mengatakan,” ini adalah Namus yang datang menemui Musa,”, Waraqah memaksudkan Jibril, kemudian berkata lagi,” seandainya saya masih muda, seandainya saya masih hidup ketika kaummu mengusirmu.”, Rasulullah bertanya,” apakah mereka akan mengusirku?”. Waraqah menjawab,” ya, tidaklah seorang pun datang dengan membawa apa yang engkau bawa, kecuali akan dimusuhi. Seandainya aku masih hidup saat itu, aku akan benar-benar menolongmu.”.
Tidak berapa lama setelah itu, Waraqah meninggal, wahyu juga tidak kunjung turun, beliau pun bertambah sedih. Di masa-masa sulit seperti inilah Khadijah banyak menggambil peran sebagai istri. Selalu menemani suami tercinta.
Demikianlah istri shalihah. Menjadi penghilang duka suami, penghibur hati yang sedih, selalu mendorong suami dalam kebaikan. Khadijah binti Khuwailid, orang pertama yang beriman kepada Rasulullah, mendukung dan menguatkan beliau, sehingga tidaklah Rasulullah mendengar dari orang-orang musyrik sesuatu yang membuaat beliau sedih, berupa pendustaan, penolakan dan yang lainnya kecuali Allah berikan jalan keluar melalui Khadijah. Ia selalu mengokohkan beliau, membenarkan, dan meringankan beban beliau. Karena inilah, kesan indah Khadijah sangat melekat pada beliau. Aisyah x menuturkan, bahwa tidaklah Rasulullah keluar dari rumah beliau, kecuali hampir selalu menyebutkan nama Khadijah dan memujinya. Aisyah berkata, “Beliau pun suatu hari menyebut namanya, dan hinggaplah kecemburuan pada diriku, aku pun mengatakan, ‘bukankah Khadijah itu hanyalah seorang yang sudah tua, yang Allah telah menggantikannya dengan yang lebih baik untukmu.’. maka Rasulullah pun sangat marah, beliau bersabda, ‘tidak demi Allah, Allah tidak menggantikannya dengan yang lebih baik sama sekali. Ia beriman kepadaku di saat manusia mengkafiriku, ia membenarkanku saat manusia mendustakanku, ia mendukungku dengan hartanya saat manusia menahan hartanya dariku, Allah mengaruniakan kepadaku anak darinya saat wanita lainnya tidak.’”. Aisyah pun mengatakan, “aku berkata dalam diriku, ‘aku tidak akan menjelekkannya selama-lamanya.’”.
Pada suatu hari, pernah Khadijah keluar rumah untuk mencari Rasulullah di pegunungan mekah dengan membawa bekal beliau. Dalam perjalanan Jibril menemui Khadijah dalam bentuk seorang lelaki, Jibril pura-pura menanyakan keberadaan Rasulullah, Khadijah tidak menyebutkannya karena khawatir orang tersebut menginginkan kejelekan pada beliau. Ketika Khadijah bertemu dengan Rasulullah, ia critakan hal tersebut. Rasulullah besabda, ”Ia adalah Jibril, ia memintaku untuk menyampaikan salam kepadamu, dan memberikan kabar gembira dengan sebuah rumah untukmu dari mutiara yang berlubang di surga, tidak ada keletihan di sana tidak ada pula kegaduhan.”. masya Allah…
Pada tahun kesepuluh kenabian, tiga tahun sebelum hijrah, sebelum Rasulullah di isra’ kan ke Sidratul Muntaha, Khadijah bintu Khuwailid wafat  menghadap Allah Yang Maha Tinggi, wafat sebelum disyariatkan shalat jenazah. ketika berumur 65 tahun, pada bulan Ramadhan, tiga hari setelah meninggalnya Abu Thalib. Rasulullah sendiri yang memakamkannya di daerah Hajun. Semoga Allah meridhainya… Allahu a’lam. [Farhan].
Sumber bacaan: Al Isti’ab karya ibnu abdil barr
Al Ishabah karya Ibnu Hajar
Thabaqat Ibnu Sa’ad karya Muhammad bin Sa’ad
Shaihi As Sirah An Nabawiyyah karya Al Albani

>>Kisah Nyata Sedekah Membawa Berkah

Buah Kedermawanan
(Ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Muhammad Harits)

Al-Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallaahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah shollallaahu' alaihi wasallam bersabda:
بينا رجل بفلاة من الأرض فسمع صوتا في سحابة: اسق حديقة فلانفتنحى ذلك السحاب فأفرغ ماءه في حرة فإذا شرجة من تلك الشراج قد استوعبت ذلك الماء كله فتتبع الماء فإذا رجل قائم في حديقته يحول الماء بمسحاته, فقال له: يا عبد الله, ما اسمكقال: فلان - للاسم الذي سمع في السحابة -. فقال له: يا عبد الله, لم تسألني عن اسميفقال: إني سمعت صوتا في السحاب الذي هذا ماؤه يقول: اسق حديقة فلان لاسمك, فما تصنع فيهاقال: أما إذ قلت هذا فإني أنظر إلى ما يخرج منها فأتصدق بثلثه وآكل أنا وعيالي ثلثا وأرد فيها ثلثه
Ketika seorang laki-laki berada di sebuah tanah lapang yang sunyi, dia mendengar sebuah suara di angkasa, "Berilah air pada kebun si Fulan!" Awan itu pun bergerak lalu menuangkan airnya di satu bidang tanah yang berbatu hitam. Ternyata saluran air dari beberapa buah jalan air yang ada telah menampung air tersebut seluruhnya. Dia pun mengikuti air itu.Ternyata dia sampai kepada seorang pria yang berdiri di kebunnya sedang mengubah aliran air dengan cangkulnya. 
Laki-laki tadi berkata kepadanya, "Wahai hamba Allah, siapa namamu?"
Petani itu menjawab, "Nama saya Fulan." Dia menyebutkan nama yang tadi didengar oleh pria pertama dari angkasa. 
Si petani bertanya kepadanya, "Wahai hamba Allah, mengapa Anda menanyakan nama saya?" 
Kata pria itu, "Sebetulnya, saya tadi mendengar sebuah suara di awan yang airnya baru saja turun dan mengatakan, 'Berilah air pada kebun si Fulan!' menyebut nama Anda. Apakah yang Anda perbuat dengan kebun ini? " 
Petani itu berkata, "Baiklah, kalau Anda mengatakan demikian. Sebetulnya, saya selalu memperhatikan apa yang keluar dari kebun ini, lalu saya menyedekahkan sepertiganya, sepertiga berikutnya saya makan bersama keluarga saya, dan sepertiga lagi saya kembalikan (untuk modal cocok tanam) .... "
Dengan sanad hadits ini juga, dari Wahb bin Kaisan sampai kepada Abu Hurairah radhiyallaahu 'anhu, tetapi (dalam riwayat ini) petani itu berkata, "Saya mengalokasikan sepertiganya untuk orang miskin, peminta-minta, dan para perantau (ibnu sabil)." 1
Perhatikanlah bagaimana Allah Subhaanahu Wa Ta'ala menggiring rezeki untuk manusia, binatang ternak, burung-burung, tanah, dan gunung-gunung, kemudian rezeki itu sampai kepadanya karena besarnya kebutuhan mereka, pada waktu-waktu yang telah ditentukan.
Perhatikanlah bagaimana Allah Subhaanahu Wa Ta'ala menundukkan angin agar menggiring awan sampai turun hujan.
Di dalam hadits ini dijelaskan keutamaan sedekah dan berbuat baik kepada orang miskin dan ibnu sabil. Dijelaskan pula preferensi seseorang makan dan memberi nafkah kepada keluarga dari hasil usahanya sendiri. Di sini, petani itu memisahkan sepertiga hartanya untuk keluarga, sepertiga yang kedua untuk sedekah, dan sepertiga berikutnya untuk modal menanam lagi.
>>www.salafyciampeabogor.blogspot.com<<

Fakta Dunia
Pembaca, beriman bahwa dunia ini begitu rendahnya, bahkan terkutuk, bukan berarti tidak bisa berusaha (mencari ma'isyah / penghidupan). Demikian pula perintah  zuhud terhadap dunia , bukan artinya tidak perlu bekerja dan berusaha. Akan tetapi, maksudnya adalah tidak tergantung pada dunia. Dengan kata lain, hati kita jangan berambisi dan sepenuhnya mengejar dunia, meninggalkan urusan akhirat, gelisah jika hartanya berkurang, gembira bila hartanya bertambah, lalu melampaui batas ketika melihat dirinya telah merasa kaya.
Mungkin akan muncul pertanyaan, kapan seseorang dikatakan zuhud, padahal dia memiliki uang seratus juta rupiah?
Al-Imam Ahmad pernah ditanya tentang hal yang semacam ini. Beliau menjawab, "Ya. Dia dikatakan zuhud, meskipun memiliki uang seratus ribu (dinar), dengan syarat, dia tidak merasa senang ketika uang itu bertambah, dan tidak bersedih hati ketika uang itu berkurang. "
Akan tetapi, siapakah yang mampu bersikap demikian?
Kita semua mampu melakukannya, insya Allah, apabila harta itu kita jadikan laksana toilet dalam pandangan kita, yang tentu saja hanya didatangi ketika kita ingin buang hajat, dalam situasi di hati kita tidak mungkin ada cinta dan terpaut ke tempat najis tersebut. 
Karena itu, ketika hati merdeka untuk Allah Subhaanahu Wa Ta'ala, bukan berstatus sebagai budak dinar dan dirham, serta harta dunia lainnya, saat itulah usaha menambah harta tidak akan terhadap mereka. AllahSubhaanahu Wa Ta'alaberfirman:
"Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh bisnis dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan shalat." (an-Nur: 37)
Dari Ibnu Mas'ud radhiyallaahu 'anhu, dia melihat sebagian pedagang di pasar, ketika dipanggil untuk shalat wajib, segera meninggalkan dagangan mereka dan bangkit. Melihat hal itu, berkatalah Abdullah, "Mereka inilah orang-orang yang disebutkan dalam Kitab-Nya: "Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh bisnis dan tidak (pula) oleh jual-beli dari mengingat Allah l." Seperti itu pula yang dikatakan oleh Ibnu 'Umar ketika berada di pasar, kemudian diserukan iqamah, mereka menutup toko-toko mereka lalu memasuki masjid. Kata beliau, "Tentang merekalah ayat ini turun."
Penjelasan Hadits
Sesungguhnya wali-wali Allah k mengenal hak Allah k yang wajib atas mereka, lalu menunaikannya lebih dari apa yang Allah l tuntut dari mereka. Mereka akan berlomba-lomba dalam kebaikan dan mendekatkan diri kepada Allah k. Sebab itulah, mereka berhak menjadi wali-wali Allah l dan meraih karamah ilahiyah, sebagai balasan atas amalan mereka yang baik.
Di dalam hadits ini diceritakan, ketika seseorang sedang berjalan di sebuah tempat sepi, dia mendengar suara di awan, mungkin suara malaikat Allah k , "Berilah air pada kebun si Fulan!" yang memerintahkan awan untuk bergerak. Kemudian, awan tersebut bergeser ke sebidang tanah berbatu hitam. Setelah berada di atasnya, awan itu menuangkan airnya, sampai semua saluran dan parit-paritnya penuh air. Dalam keadaan takjub, pria itu mencoba menelusuri ke arah mana air itu mengalir.
Ternyata, air itu mengalir ke sebuah kebun. Di kebun itu sudah ada seorang petani sedang mengayunkan cangkulnya mengatur jalan air tersebut. Akhirnya, pria yang mendengar suara dari langit itu mendekati si petani dan berkata kepadanya, "Wahai hamba Allah." Ini adalah sebuah panggilan umum, biasanya ditujukan kepada orang yang belum dikenal namanya. Jadi, dia tidak langsung menyebut nama si petani untuk memastikan.
"Siapa nama Anda?" tanya pria itu. Petani itu menoleh dan menjawab, "Fulan," dan nama itulah yang didengar laki-laki itu dari suara yang muncul di awan, "Berilah air pada kebun si Fulan!"
Pemilik kebun itu merasa heran ada orang yang baru datang menanyakan namanya. Akhirnya, dia pun bertanya kepada pria tersebut, "Mengapa Anda menanyakan nama saya?"
Pria itu pun menceritakan, "Saya mendengar sebuah suara dari awan yang airnya turun di kebun Anda, mengatakan, 'Berilah air pada kebun si Fulan!' dia menyebut nama Anda, apakah yang Anda perbuat terhadap kebun ini? "
Artinya, pria itu menanyakan mengapa air hujan dari awan yang ada di atas tanah berbatu hitam itu semuanya tumpah ke salah satu saluran air yang mengalir ke kebun petani itu saja. Apakah sebetulnya yang terbuat oleh petani itu terhadap kebunnya?
Petani itu pun menjelaskan, "Kalau itu yang Anda katakan, sebetulnya saya selalu memperhatikan apa saja hasil panen yang keluar dari kebun ini. Kemudian, saya menyedekahkan sepertiganya, memakan sepertiganya bersama keluarga, sedangkan sepertiga lagi saya kembalikan sebagai modal untuk menanam. "
Dalam versi lain, disebutkan bahwa pria itu menemui si petani dan langsung memanggilnya dengan menyebut nama petani itu.Si petani menoleh kepada orang yang memanggilnya. Dia terkejut dan heran.
Petani itu pun bertanya, "Siapakah Anda, dan dari mana Anda mengetahui nama saya?"
"Sebelum saya jawab, terangkan dahulu apakah yang sudah Anda lakukan dengan kebun ini?" balas orang tersebut.
Petani itu kembali bertanya, "Untuk apa Anda menanyakannya? "
"Saya mendengar suara dari awan menyebut nama Anda," kata pria itu, dan dia pun menceritakan apa yang terjadi. "Akhirnya, saya pun mengejar awan itu hingga sampai ke tempat Anda."
"Baiklah, kalau itu yang Anda katakan. Sebenarnya saya membagi hasil panen ini menjadi tiga, sepertiga untuk modal menanam kembali, sepertiga lagi untuk saya dan keluarga, serta sepertiga berikutnya untuk sedekah, "kata si petani.
Orang itu mengatakan, "Jadi, itulah sebabnya tanaman Anda diberi air dari awan tersebut. "
Beberapa Hikmah
1. Allah Subhaanahu Wa Ta'ala menundukkan malaikat dan hujan untuk orang-orang yang bersedekah dan menunaikan hak fakir miskin dari harta mereka.
2. Bersedekah kepada fakir miskin menyebabkan rezeki bertambah. Allah Subhaanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Bila kalian bersyukur tentu akan Aku tambah untuk kalian." (Ibrahim: 7)
Rasulullah n bersabda:
احفظ الله يحفظك, احفظ الله تجده تجاهك, تعرف إلى الله في الرخاء يعرفك في الشدة
"Jagalah Allah, tentu Dia akan menjagamu. Jagalah Allah, tentu akan menemukan Dia di hadapanmu. Kenalilah Allah ketika dalam keadaan lapang, tentu Dia akan mengenalimu ketika engkau dalam keadaan sulit. "
3. Seorang mukmin yang memiliki akidah tentu akan menjaga hak fakir miskin, keluarga, dan hartanya.
4. Adanya karomah para wali Allah Subhaanahu Wa Ta'ala, karena Allah Subhaanahu Wa Ta'ala mengirimkan awan untuk memberi minum kebunnya. Hal itu karena kebaikan pemilik kebun dan nafkah yang dikeluarkannya di jalan Allah Subhaanahu Wa Ta'ala.
5. Allah l mengganti nafkah yang dikeluarkan di jalan Allah Subhaanahu Wa Ta'ala serta tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik di dunia dan di akhirat. Sebab itulah, AllahSubhaanahu Wa Ta'ala memberi minum kebun petani itu tanpa dia harus bersusah-payah menggali sumur untuk mendapatkan air. Semua itu karena AllahSubhaanahu Wa Ta'ala akan memuliakan hamba-Nya tersebut.
6. Menurut syariat, mungkin saja seseorang dapat mendengarkan suara malaikat seperti dalam kisah ini dan kisah seseorang yang hendak mengunjungi saudaranya di daerah lain, karena Allah Subhaanahu Wa Ta'ala. Juga seperti 'Imran bin Hushain z yang mendengar salam malaikat kepadanya.
7. Pentingnya pengelolaan harta benda secara cermat. Petani ini membagi hartanya (hasil panen) menjadi tiga bagian, sepertiga untuk infak di jalan Allah Subhaanahu Wa Ta'ala, sepertiga untuk dia dan keluarganya, serta sepertiga untuk modal menanam. Inilah di antara hikmah larangan AllahSubhaanahu Wa Ta'ala:
"Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta mereka yang ada dalam kekuasaanmu." (An-Nisa ': 5)
Orang-orang yang belum sempurna akalnya (sufaha ') tidak mampu mengelola hartanya dengan baik. Sebab itu pula, harta mereka diserahkan pengelolaannya kepada wali mereka menurut ketetapan syariat.
8. Hendaknya seseorang menyembunyikan praktek salehnya dan jangan menjadikannya sebagai sasaran riya 'dan sum'ah.
Wallahu a'lam.
Catatan Kaki:
1 HR. Ahmad (2/296 no. 7928) dan Muslim (8/222, 223)


[AUDIO]: Nilai Sebuah Keikhlasan

Rekaman –  AUDIO KAJIAN  Kajian Islam Ilmiyyah Tanjung Priok  Ahad, 03 Rabi’ul Awwal 1440H / 11 November 2018M   Masjid Raya al-H...