>>SEKUNTUM SURAT BUAT KAWANKU


Syukur dan tahmid terbingkai indah dalam sanjungan hamba untuk Dzat Yang Maha Pemurah. Dia-lah, dengan taufik dan hikmah-Nya, yang memilihkan derajat tinggi untuk hamba atau hina berkepanjangan.
            Shalawat serta salam terangkai elok dalam do’a hamba kepada baginda agung, Muhammad bin Abdillah ṣallallāhu 'alayhi wa sallam (peace and blessings of Allāh be upon him). Beliau lah, dengan penuh kasih dan sayang, yang telah mengarahkan jalan-jalan mudah menuju keabadian surga.
           
Kawan…
            Lama sudah rasanya kita tidak berjumpa. Ada rindu yang mengejar sebenarnya, jika sekian waktu berpisah. Sebab, engkau adalah kawan dekatku. Karena, kita pernah berjalan dan hidup bersahabat.
   
        
Namun, itu dahulu kala…
            Saat kita masih disatukan oleh majelis ilmu. Saat semangatku dan semangatmu dalam thalabul ilmi bagai banjir bandang yang tak terbendung. Ya, momen-momen indah kita dalam suka duka belajar agama.
           
Kawan…
            Masihkah teringat olehmu ? Saat orangtua kita telihat marah karena cara berpakaian kita yang berubah. Apalagi ketika kita mulai senang dan gemar menilai segala sesuatu dengan pandangan agama ?
            Dan, orangtua kita pun akhirnya memaklumi. Sebab, kita masih berdarah muda. Suka dengan hal-hal baru dan menantang.
            Masihkah pula engkau teringat ? Saat nama-nama kita dipanggil dalam sebuah dewan guru. Karena kita terlambat masuk kelas demi menegakkan shalat dzuhur berjama’ah ?
            Dan, akhirnya kita pun menang. Sebab, sebagian guru pun mendukung. Sekali lagi, sebab kita masih muda. Semangat dan sikap idealis kita begitu tinggi.        
Kawan…
            Masihkah engkau seperti yang dulu ? Bersemangat membara untuk fokus belajar ilmu-ilmu agama ?        
Kawan…
            Engkau begitu cerdas. Daripada menghafal rumus dan aksioma dalam ilmu matematika, apakah tidak sebaiknya engkau menghafal ayat-ayat suci Al-Qur’an ? Aku yakin engkau pasti mampu menjadi seorang penghafal Al-Qur’an.
            Engkau sungguh pintar. Daripada menghafal nama-nama latin tumbuhan lengkap dengan ordo dan familinya, apakah tidak sebaiknya engkau menghafal hadits-hadits Nabi ṣallallāhu 'alayhi wa sallam (peace and blessings of Allāh be upon him) lengkap dengan sanadnya ? Aku yakin engkau pasti bisa menjadi seorang penghafal hadits.
            Engkau benar-benar pandai. Daripada engkau menghafal vocabulary dan rumus-rumus tense dalam Bahasa Inggris, apakah tidak sebaiknya engkau menghafal mufradat Bahasa Arab dan menguasai tata Bahasa Arab ? Aku yakin engkau dapat menjadi seorang ahli nahwu dan sharaf.
            Engkau memiliki kekuatan mengingat yang tinggi. Daripada engkau menghafal tahun dan peristiwa yang terjadi dalam lintasan sejarah romawi dan daratan eropa, apakah tidak sebaiknya engkau menghafal tahun dan peristiwa yang terjadi dalam sejarah kehidupan Nabi ṣallallāhu 'alayhi wa sallam (peace and blessings of Allāh be upon him) ? Aku yakin engkau mampu menjadi seorang ahli tentang sejarah islam.
 
>>www.salafyciampeabogor.blogspot.com>>
Kawan…
            Dengan kemampuan, kecerdasan, dan kemauan juga tentu dengan pertolongan dari Allah subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He), aku yakin engkau bisa menjadi seorang pembimbing agama.
           
Namun…
Di mana engkau sekarang ?
Kemana engkau pergi ?
Apalagi yang sedang engkau kejar ?           
Kawan…
            Sedih rasanya saat mendengar tentangmu kini. Cahaya ilmu di wajahmu telah tertukar dengan gelapnya dosa. Sujud dan rukukmu yang lalu telah berubah menjadi langkah-langkah cela. Do’a dan dzikirmu telah berganti nada dan lagu.
Engkau bukan yang dahulu lagi.           
Kawan…
            Sekuntum surat ini aku rangkaikan untukmu. Moga-moga engkau teringat kembali akan tekad dan cita-citamu untuk menjadi seorang ulama’, penerang umat manusia.
Sungguh, do’aku selalu ada untukmu. 
Ditulis ulang dari buku “PEMUDA DI WARNA WARNI THALABUL ‘ILMI” Penerbit Toobagus Publishing
Karya Al Ustadz Abu Nashim Mukhtar “Iben” Rifai La Firlaz


>>HAKIKAT CINTA KEPADA ALLAH TA`ALA ...>>




Al-Hasan rahimalillah berkata, "Ketahuilah, engkau tidak dianggap mencintai Rabbmu hingga engkau mencintai ketaatan kepada-Nya.

Dzun Nun rahimalillah ditanya, "Kapan aku dikatakan mencintai Rabbku ...? Beliau menjawab, "Seseorang dianggap mencintai Allah apabila ia bersabar terhadap hal-hal yang dibenci-Nya."

Yahya bin Mu`adz rahimalillah berkata, "Orang yang mencintai Allah ta`ala, tetapi tidak menjaga batasan-batasan-Nya, bukanlah orang yang jujur." 

                                                                        {Jami`ul 'Ulum wal Hikam, hlm 104, cet. Darul `Aqidah}


>>Memakai Alat-Alat Kecantikan



Pertanyaan:
Apa hukum memakai alat-alat kecantikan yang telah dikenal dalam rangka berhias untuk suami?
@@@www.salafyciampeabogor.blogspot.com@@@

Jawab:
Asy-Syaikh Ibnu 'Utsaimin menjawab, "Memakai alat-alat kecantikan, seperti pemerah bibir dan blush, tidaklah mengapa, terlebih lagi bagi wanita yang telah menikah. Adapun berhiasnya wanita dengan an-namsh, yaitu mencabut atau menipiskan bulu alis, hukumnya haram. Nabi n melaknat wanita yang menipiskan alis dan wanita yang meminta alisnya ditipiskan. Demikian pula mengikir gigi untuk berhias, hukumnya haram dan pelakunya dilaknat. "(Fatawa Muhimmah li Nisa'il Ummah hlm. 24)

>>Download Rekaman Kajian "Al Qur'an & Sunnah Diatas Pemahaman Siapa? "


Salaf

Alhamdulillah berikut kami hadirkan audio kajian bersama Ustadz Muhammad Umar As Sewed - hafidzohulloh ta'ala - Pada tanggal 13 Sya'ban 1434 H di Komplek Bali Vilage Cipete Jaksel dengan tema "Al Qur'an & Sunnah Diatas Pemahaman Siapa? "
Berikut adalah link download kajiannya:
@@@www.salafyciampeabogor.blogspot.com@@@

>>Bulan Sya'ban, antara Sunnah dan Bid'ah

Syaban 1

Penulis: Abu Umar Wira Bachrun Al Bankawy
Muka
Sebentar lagi kita akan meninggalkan bulan Rajab dan masuk ke bulan Sya'ban. Tulisan singkat ini akan membahas beberapa hal penting yang berkaitan dengan bulan ini, mulai dari sebab penamaan bulan Sya'ban sampai pembahasan sunnah dan bid'ah seputar bulan ini.
Alasan kenapa Bulan Sya'ban dinamakan Sya'ban
Al Imam Ibnu Katsir rahimahullah menyebutkan dalam tafsir beliau (4/1655),
"As Sakhawi rahimahullah mengatakan bahwa Sya'ban (dalam bahasa Arab artinya berpencar atau bercabang-pen) berasal dari berpencar atau berpisahnya para kabilah Arab untuk berperang. Mereka lalu berkumpul pada dua atau lebih regu tim. "
Al Hafizh Ibnu Hajar menyebutkan di dalam Fathul Bari (5/743),
"Bulan Sya'ban disebut Sya'ban karena pada bulan tersebut para kabilah Arab saling berpencar untuk mencari air atau untuk melakukan penyerbuan kepada kabilah yang lain setelah mereka keluar dari bulan Rajab (yang diharamkan untuk berperang di dalamnya). Dan yang tujuan untuk berperang inilah yang lebih mendekati kebenaran dari tujuan yang pertama (untuk mencari air). "[1]
Sya'ban adalah Gerbang Ramadhan
Bulan Ramadhan adalah bulan penuh ampunan dari Allah ta'ala. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
من صام رمضان إيمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه
"Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharap pahala dari Allah, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu." (Muttafaqun 'alaihi dari Abu Hurairah radhiyallahu' anhu)
Untuk mencapai ampunan yang Allah janjikan maka diperlukan kesungguh-sungguhan, persiapan dan latihan pertama di bulan Sya'ban. Oleh karena itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam banyak melakukan ibadah puasa di bulan Sya'ban sebagai persiapan untuk memasuki Ramadhan.
Dari 'Aisyah radhiyallaahu' anha, ia berkata,
لم يكن النبي - صلى الله عليه وسلم - يصوم من شهر أكثر من شعبان, فإنه كان يصوم شعبان كله
"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah berpuasa dalam suatu bulan lebih banyak dari bulan Sya'ban. Sebelumnya ia berpuasa pada bulan Sya'ban seluruhnya. "(Muttafaq 'alaihi)
Tanpa persiapan yang matang sebelumnya, seseorang bisa jadi akan melewatkan bulan Ramadhan sebagaimana bulan-bulan lainnya, tidak diampuni dosanya wal 'iyadzu billah. [2]
Sunnah-sunnah di Bulan Sya'ban
Ada beberapa sunnah di bulan Sya'ban yang hendaknya diperhatikan:
1. Memperbanyak Puasa di Bulan Sya'ban
Sebagaimana hadits 'Aisyah radhiyallaahu' anha yang telah berlalu, ia berkata,
لم يكن النبي - صلى الله عليه وسلم - يصوم من شهر أكثر من شعبان, فإنه كان يصوم شعبان كله
"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah berpuasa dalam suatu bulan lebih banyak dari bulan Sya'ban. Sebelumnya ia berpuasa pada bulan Sya'ban seluruhnya. "(Muttafaq 'alaihi)
Maksud ucapan beliau radhiyallahu 'anha "... berpuasa pada bulan Sya'ban seluruhnya" adalah beliau berpuasa pada mayoritas hari di bulan Sya'ban, bukan pada keseluruhan harinya, karena Nabi shallallahu' alaihi wasallam tidaklah pernah berpuasa sebulan penuh kecuali pada bulan Ramadhan. [3]
Oleh karena itu sudah sepantasnya bagi seorang muslim untuk memperbanyak puasa di bulan Sya'ban ini lebih banyak dari puasa-puasa di bulan lainnya. Para ulama menjelaskan bahwa hikmah dari puasa Sya'ban ini adalah agar seseorang membuatnya dengan bulan Ramadhan seperti shalat rawatib dan shalat wajib (maksudnya agar dia menjadikan puasa di bulan Sya'ban ini sebagai ibadah tambahan sebelum dia masuk ke dalam puasa Ramadhan - pen.) [4]
2. Menghitung Hari Bulan Sya'ban
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu' alaihi wasallam bersabda,
صوموا لرؤيته, وأفطروا لرؤيته, فإن غبي عليكم, فأكملوا عدة شعبان ثلاثين
"Berpuasalah kalian ketika melihat hilal dan berbukalah ketika melihatnya. Bila hilal tersebut tertutup atas kalian, maka sempurnakanlah bilangan Sya'ban menjadi tiga puluh hari. "(Muttafaqun 'alaihi)
Sudah sepantasnya kaum muslimin menghitung bulan Sya'ban sebagai persiapan sebelum memasuki Ramadhan. Karena satu bulan itu terkadang dua puluh sembilan hari dan terkadang tiga puluh hari, maka puasa itu dimulai ketika melihat hilal bulan Ramadhan. Jika terhalang awan hendaknya menyempurnakan bulan Sya'ban menjadi tiga puluh hari. Karena Allah menciptakan langit-langit dan bumi serta menjadikan tempat-tempat tertentu agar manusia mengetahui jumlah tahun dan hisab. Satu bulan tidak akan lebih dari tiga puluh hari. [5]
3. Tidak Menjelang Ramadhan dengan Puasa Satu atau Dua Hari Sebelumnya
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu' alaihi wasallam bersabda,
لا يتقدمن أحدكم رمضان بصوم يوم أو يومين, إلا أن يكون رجل كان يصوم صومه, فليصم ذلك اليوم
"Janganlah salah seorang di antara kalian mendahului Ramadhan dengan melakukan puasa satu atau dua hari sebelumnya kecuali seorang yang sudah rutin berpuasa maka hendaknya dia tetap berpuasa pada hari tersebut." (Muttafaqun 'alaihi)
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melarang seseorang untuk mendahului Ramadhan dengan berpuasa sehari atau dua hari sebelumnya. Kecuali apa yang sudah menjadi rutinitas seseorang. Misalnya seseorang yang sudah terbiasa berpuasa di hari Senin, ketika puasanya bertabrakan dengan satu atau dua hari sebelum Ramadhan maka tidak mengapa baginya untuk berpuasa. [6]
4. Tidak Berpuasa pada Hari yang Diragukan
Dari 'Ammar bin Yasir radhiyallahu' anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
من صام اليوم الذي يشك فيه, فقد عصى أبا القاسم - صلى الله عليه وسلم -
"Barangsiapa yang berpuasa pada hari yang diragukan, maka sesungguhnya dia telah bermaksiat kepada Abul Qosim (yaitu Rasulullah-pen) shallallahu 'alaihi wasallam." (HR. Abu Dawud dan At Tirmidzi, dan At Tirmidzi mengatakan, "Hadits hasan shahih." Dishahihkan oleh Al Albani di Shahih Abi Dawud no. 2022)
Yaumus syak (hari yang diragukan) adalah hari ketigapuluh dari bulan Sya'ban bila hilal tertutup mendung atau karena langit berawan pada malam sebelumnya. Para ulama berbeda pendapat tentang larangan ini apakah sifatnya larangan atau makruh. Dan yang kuat dari pendapat para ulama adalah pengharamannya.[7]
Faidah:
Di dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu' alaihi wasallam bersabda,
إذا بقي نصف من شعبان فلا تصوموا
"Ketika masih tersisa setengah dari bulan Sya'ban, maka janganlah kalian berpuasa." (HR. At Tirmidzi, beliau berkata "Hasan shahih.")
Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin mengatakan [8],
"Meski At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini adalah hasan shahih, akan tetapi hadits ini adalah hadits yang lemah. Al Imam Ahmad mengatakan bahwa hadits ini syadz [9]. Hadits ini menyelisihi riwayat Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu di mana Nabi bersabda,
"Janganlah salah seorang di antara kalian mendahului Ramadhan dengan melakukan puasa satu atau dua hari sebelumnya."
Dipahami dari sini bahwa dapat berpuasa pada tiga hari sebelum Ramadhan, atau empat hari, atau bahkan sepuluh hari sebelumnya.
Kalau pun haditsnya shahih, maka larangan di sini bukanlah bersifat larangan, hanya saja dimakruhkan sebagaimana pendapat sebagian ulama. Kecuali ketika dia sudah memiliki rutinitas puasa, maka hendaknya dia tetap pada rutinitasnya tersebut meski di paruh kedua bulan Sya'ban.
Dengan demikian, puasa pada kondisi ini terbagi menjadi tiga:
1. Setelah pertengahan Sya'ban sampai tanggal dua puluh delapan, maka ini hukumnya makruh kecuali bagi yang sudah punya rutinitas puasa. Akan tetapi pendapat ini dibangun pada anggapan bahwa hadits larangan puasa tersebut shahih. Al Imam Ahmad tidaklah menshahihkan hadits ini, maka dengan demikian tidaklah dimakruhkan sama sekali.
2. Satu atau dua hari sebelum Ramadhan, maka ini hukumnya haram kecuali bagi yang sudah punya rutinitas berpuasa sebelumnya.
3. Pada yaumus diragukan, hari yang diragukan. Maka ini haram secara mutlak. Tidak dapat berpuasa pada hari syak karena Nabi shallallahu 'alaihi wasallam telah melarangnya.
@@@www.salafyciampeabogor.blogspot.com@@@
Bid'ah-bid'ah pada Bulan Sya'ban
Bid'ah secara bahasa artinya hal yang baru dibuat. Adapun secara syar'i, bid'ah artinya jalan atau metodologi baru dalam yang agama yang menyerupai syariat yang dimaksudkan dengannya untuk pemborosan dalam beribadah kepada Allah ta'ala. [10]
Bid'ah hukumnya haram. Allah ta'ala berfirman,
أم لهم شركاء شرعوا لهم من الدين ما لم يأذن به الله
"Apakah mereka memiliki sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?" (Asy Syura: 21)
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد
"Barangsiapa yang beramal dengan sebuah amalan yang bukan dari ajaran kami maka amalan itu akan tertolak." (Muttafaqun 'alaih dari' Aisyah radhiyallahu 'anha)
Beliau juga bersabda,
وشر الأمور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة وكل ضلالة في النار
"Sejelek-jelek hal adalah hal yang baru (dalam agama). Semua hal yang baru dalam agama adalah bid'ah, dan semua bid'ah adalah kesesatan, dan semua kesesatan tempatnya di neraka. "(HR. An Nasa'i, Ibnu Majah dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu 'anhuma. Dishahihkan oleh Al Albani dalam Al Irwa 'No. 608)
Sahabat Hudzaifah radhiyallahu 'anhu berkata,
كل بدعة ضلالة و إن رآها الناس حسنة
"Setiap bid'ah adalah sesat, meskipun oleh manusia hal itu dianggap sebuah kebaikan."
Dan di antara bid'ah yang tersebar di kalangan manusia pada bulan Sya'ban adalah:
1. Peringatan Malam Nisfu Sya'ban
Asy Syaikh Abdul Aziz bin Baaz rahimahullah, Mufti Kerajaan Saudi Arabia mengatakan,
"Di antara bid'ah yang biasa dilakukan oleh banyak orang adalah bid'ah upacara peringatan malam Nisfu Sya'ban dan mengkhususkan pada hari tersebut dengan puasa tertentu. Padahal tidak ada satu pun dalil yang bisa dijadikan sandaran. Memang ada hadits-hadits tentang keutamaan malam tersebut, akan tetapi hadits-hadits tersebut adalah hadits yang lemah sehingga tidak bisa dijadikan landasan. Adapun hadits-hadits yang berkenaan dengan keutamaan shalat pada hari itu adalah hadits yang palsu.
Dalam hal ini, banyak di antara para ulama yang menyebutkan tentang lemahnya hadits-hadits yang berkenaan dengan pengkhususan puasa dan keutamaan shalat pada hari Nisfu Sya'ban.
Al Hafizh Ibnu Rajab dalam kitab beliau Lathaiful Ma'arif mengatakan bahwa perayaan malam Nisfu Sya'ban adalah bid'ah dan hadits-hadits yang menjelaskan keutamaannya lemah. Hadits-hadits lemah bisa diamalkan dalam ibadah jika asalnya didukung oleh hadits-hadits shahih, sedangkan upacara perayaan malam Nisfu Sya'ban tidak ada dasar hadits yang shahih sehingga tidak bisa didukung dengan dalil hadits-hadits dhaif. "[11]
2. Nyekar / Ziarah Qubur
Ziarah Qubur awalnya adalah hal yang disyariatkan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
إني نهيتكم عن زيارة القبور فزوروها, فإن فيها عبرة, ولا تقولوا ما يسخط الرب
"Sesungguhnya dulu aku melarang kalian dari ziarah kubur. Maka sekarang ziarahilah kuburan, karena dalam ziarah kubur ada pelajaran. Namun jangan kalian mengeluarkan ucapan yang membuat Rabb kalian murka. "(HR. Ahmad dan yang selainnya dari Ali radhiyallahu 'anhu. Dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah no. 886)
Beliau juga bersabda,
فزوروا القبور, فإنها تذكر الموت
"Ziarahilah kuburan karena sesungguhnya ziarah kubur itu mengingatkan kepada kematian." (HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu)
Al Imam Ash Shan'ani mengatakan,
"Hadits-hadits ini menunjukkan disyariatkannya ziarah kubur, menjelaskan hikmahnya, dan dilakukannya dalam rangka mengambil pelajaran. Maka bila dalam ziarah kubur tidak tercapai hal ini berarti ziarah itu bukanlah ziarah yang diinginkan secara syar'i. "[12]
Akan tetapi, mengkhususkan ziarah kubur pada bulan Sya'ban, atau menjelang Ramadhan adalah hal yang tidak pernah dituntunkan di dalam syariat.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan,
"Bahkan di sebagian kuburan, orang-orang berkumpul di sekitarnya pada hari tertentu dalam setahun, mereka melakukan perjalanan jauh ke kuburan tersebut baik pada bulan Muharram, Rajab, Sya'ban, Dzulhijjah atau di bulan selainnya. Sebagian mereka berkumpul pada hari 'Asyura (10 Muharram), sebagiannya lagi pada hari Arafah, yang lainnya pada hari Nisfu Sya'ban dan sebagian lagi di waktu yang berbeda. Mereka mengkhususkan hari tertentu dalam setahun untuk mengunjungi kuburan tersebut. "[13]
Hal ini dilarang karena tidak ada tuntunannya di dalam agama. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد
"Barangsiapa yang beramal dengan sebuah amalan yang bukan dari ajaran kami maka amalan itu akan tertolak." (Muttafaqun 'alaih dari' Aisyah radhiyallahu 'anha)
Selain itu beliau juga melarang untuk melakukan safar untuk berziarah kecuali ke tiga masjid. Dari Abu Said Al Khudri radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu' alaihi wasallam bersabda,
لا تشدوا الرحال إلا إلى ثلاثة مساجد. مسجدي هذا والمسجد الحرام والمسجد الأقصى
"Janganlah kalian bepergian (melakukan safar dengan tujuan ibadah) kecuali ke tiga masjid: Masjidku ini, Masjid Al Haram, dan Masjid Al Aqsha." (Muttafaqun 'alaihi)
Pelarangan ini semakin keras ketika ziarah tersebut diiringi dengan tawasul atau berdoa meminta kepada kuburan yang diziarahi. Allah berfirman,
وأن المساجد لله فلا تدعوا مع الله أحدا
"Dan bahwa masjid-masjid itu milik Allah maka janganlah kalian berdoa kepada seorangpun bersama Allah." (Al Jin: 18)
Ketika seseorang berdoa kepada selain Allah, maka sesungguhnya dia telah terjatuh ke dalam perbuatan syirik yang tidak diampuni oleh Allah subhanahu wata'ala. Allah berfirman,
إن الله لا يغفر أن يشرك به ويغفر ما دون ذلك لمن يشآء
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya." (An Nisa: 48)
3. Shalat Alfiyah
Di dalam kitab beliau Al Bida 'Al Hauliyyah, ketika menyebutkan tentang bid'ahnya shalat Alfiyah di Bulan Sya'ban, Asy Syaikh Abdullah At Tuwaijiri mengatakan,
"Shalat bid'ah ini dinamakan Shalat Alfiyah karena di dalamnya dibacakan surat Al Ikhlash sebanyak seribu kali. Jumlah raka'atnya seratus, dan pada setiap rakaat dibacakan surat Al Ikhlas sepuluh kali.
Tata cara shalat ini dan pahala amalnya telah diriwayatkan dari banyak jalan sebagaimana yang telah disebutkan oleh Ibnul Jauzi dalam kitab beliau Al Maudhu'at (kelompok hadits-hadits palsu). Dia mengatakan,
"Kami tidaklah diragukan lagi kalau hadits ini benar-benar palsu. Kebanyakan perawi hadits ini dalam tiga jalannya adalah para majahil (tidak diketahui ketsiqahan / kebenaran riwayatnya), dan di dalam ada rawi yang sangat lemah, sehingga haditsnya tidaklah teranggap sama sekali. "[14]
4. Padusan
Padusan adalah acara mandi bersama yang dilakukan pada akhir bulan Sya'ban, menjelang masuknya bulan Ramadhan. Biasanya orang-orang berkumpul di sungai, danau, air terjun atau kolam, lalu mandi bersama dengan keyakinan hal tersebut akan membersihkan dosa-dosa mereka sebelum mereka masuk ke dalam bulan Ramadhan.
Di sebagian tempat, acara mandi-mandi ini dilakukan dengan Mengguyurkan air dari dalam bejana yang telah dicampur dengan berbagai kembang dan jeruk limau.
Acara seperti ini memiliki kemungkaran dari berbagai sisi:
a. Adalah bid'ah yang tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan tidak pernah pula dikerjakan oleh generasi awal Islam, dan telah berlalu penjelasan tentang keharamannya.
b. Di dalamnya ada keyakinan yang rusak bahwa dengan acara mandi-mandi tersebut akan membersihkan dosa-dosa. Ini adalah keyakinan yang keliru karena sesungguhnya dosa-dosa tidaklah akan terhapus dengan acara mandi seperti itu. Dosa-dosa akan terhapus dengan taubat, meminta ampunan dari Allah serta memperbanyak amalan shalih.
Allah ta'ala berfirman,
يا أيها الذين آمنوا توبوا إلى الله توبة نصوحا عسى ربكم أن يكفر عنكم سيئاتكم ويدخلكم جنات تجري من تحتها الأنهار
"Hai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Rabb kalian akan menghapus kesalahan-kesalahan kalian dan memasukkan kalian ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai." (At Tahrim: 8)
ومن يؤمن بالله ويعمل صالحا يكفر عنه سيئاته
"Dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan mengerjakan amal shalih niscaya Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya." (At Taghabun: 9)
c. Di dalam acara semacam ini juga terjadi ikhtilath, campur baur antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram dengan tujuan yang jelek, maka ini tidak diragukan lagi keharamannya. [15]
5. Sedekah Ruwah
Di beberapa tempat di Indonesia, sering diadakan sedekah Ruwah. Sedekah Ruwah adalah acara kenduri (makan-makan) yang tujuannya adalah mengumpulkan orang banyak untuk kemudian membacakan tahlil dan surat Yasin untuk kemudian dihadiahkan kepada arwah orang tua dan karib kerabat yang telah meninggal dunia. Acara ini juga termasuk bid'ah yang tidak pernah dituntunkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.
Kemungkaran di dalam acara ini juga meningkat jika disertai dengan kurafat, keyakinan yang batil bahwa arwah orang yang telah meninggal ikut hadir untuk mengunjungi saudara-saudaranya yang masih hidup.Wallahul musta'an.
Peringatan:
Selain hal yang disebutkan di atas, masih ada tradisi yang sebaiknya juga ditinggalkan. Tradisi tersebut adalah bermaaf-maafan sebelum memasuki bulan Ramadhan. Kalau memang seseorang punya kesalahan terhadap orang tua, karib kerabat, atau teman-temannya maka hendaknya dia segera meminta maaf, tidak perlu mengkhususkan sebelum masuk bulan puasa karena yang demikian menyelisihi sunnah. [16]
Untuk mendukung kegiatan saling memaafkan sebelum Ramadhan ini, sebagian orang membawakan hadits yang bunyinya,
"Ya Allah tolong abaikan puasa ummat Muhammad, apabila sebelum memasuki bulan Ramadhan dia tidak melakukan hal-hal yang berikut: Tidak memohon maaf terlebih dahulu kepada kedua orang tuanya (jika masih ada); Tidak berma'afan terlebih dahulu antara suami istri; tidak berma 'afan terlebih dahulu dengan orang-orang sekitarnya. Dan barang siapa yang menyambut bulan Ramadhan dengan suka cita, maka diharamkan kulitnya tersentuh api neraka. "
Hadits ini wallahu a'lam datangnya darimana, siapa sahabat perawinya, diriwayatkan di kitab apa, bagaimana keadaan sanadnya.
Bila hadits ini adalah buatan orang, kemudian disandarkan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, maka ditakutkan dia akan terjatuh ke dalam sabda Rasulullah shallallahu' alaihi wasallam,
من كذب علي متعمدا فليتبوأ مقعده من النار
"Barangsiapa yang dengan sengaja berdusta atas kami, maka hendaknya dia mengambil tempat duduknya dari api neraka." (Muttafaqun 'alaih dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu' anhu)
Adapun hadits yang mirip dengan hadits tersebut, lafazhnya adalah sebagai berikut,
أن النبي صلى الله عليه وسلم رقى المنبر فقال: "آمين, آمين, آمين" قيل له: يا رسول الله! ما كنت تصنع هذا? فقال: "قال لي جبريل: رغم أنف عبد أدرك أبويه أو أحدهما لم يدخله الجنة. قلت: آمين. ثم قال: رغم أنف عبد دخل عليه رمضان لم يغفر له. فقلت: آمين. ثم قال: رغم أنف امرئ ذكرت عنده فلم يصل عليك, فقلت: آمين ".
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam naik ke atas mimbar kemudian berkata, "Amin, amin, amin".
Para sahabat bertanya, "Ya Rasulullah, kenapa engkau mengatakan hal tersebut?"
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
"Jibril berkata kepadaku, 'Celaka seorang hamba yang mendapatkan kedua orang tuanya atau salah seorang dari keduanya masih hidup akan tetapi tidak memasukkan dia ke surga dan katakanlah amin!'Maka kukatakan, 'Amin.' "
Kemudian Jibril berkata lagi, 'Celaka seorang hamba yang masuk bulan Ramadhan tetapi keluar dari bulan Ramadhan tidak diampuni dosanya oleh Allah dan katakanlah amin!' Maka aku katakan, 'Amin'.
Kemudian Jibril berkata,
'Wahai Muhammad, celaka seseorang yang jika disebut namamu namun dia tidak bershalawat kepadamu dan katakanlah amin!' Maka kukatakan, 'Amin.' "(HR. Al Bukhari dalam Adabul Mufrad, dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu. Asy Syaikh Al Albani mengatakan bahwa haditsnya hasan shahih).
Penutup
Demikianlah sedikit pembahasan yang berkaitan dengan bulan Sya'ban. Semoga Allah jadikan sebagai amalan shalih bagi penulis dan bisa memberikan manfaat bagi kaum muslimin. Wallahu ta'ala a'lam, semoga shalawat dan salam tercurah pada junjungan kita Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam.
(Ditulis pada hari Rabu tanggal 23 Rajab 1433 H - bertepatan dengan 13 Juni 2012 di Darul hadits Syihir, Hadramaut. Semoga Allah senantiasa menjaga dan mengokohkannya)
Catatan kaki:
[1] Sya'ban Fadhail wa Ahkam, Abu Nafi 'Salim Al Kilali, hal. 1
[2] Faidah dari Muhadharah bertema Hal Al Muslim fi Sya'ban (Rajab 1432 H), Abu Hasyim Asy Syihri
[3] Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Asqalani (4/214)
[4] Syarh Riyadhis Shalihin, Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin (3/408)
[5] Shifat Shaumin Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, Asy Syaikh Salim Al Hilali dan Asy Syaikh Ali Hasan Al Halabi, hal. 27
[6] Syarh Riyadhis Shalihin, Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin (3/393)
[7] Idem (3/394).
[8] Idem (3/394-395).
[9] Hadits syadz adalah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang tsiqah, akan tetapi menyelisihi rawi lain yang lebih tsiqah atau menyelisihi sekelompok rawi yang lebih banyak jumlahnya.
[10] Al I'tisham, Al Imam Asy Syatibi (1/26)
[11] At tahdzir minal Bida ', Asy Syaikh Abdul Aziz bin Baaz hal. 20
[12] Subulus Salam, Al Imam Ash Shan'ani (2/114).
[13] iqtidha 'Sirathil Mustaqim, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, hal. 257.
[14] Al Bida 'Al Hauliyyah, Asy Syaikh Abdullah At Tuwaijiri, hal 291.
[15] At tahdzir minal Ikhtilath, Syaikhuna Abdullah bin Al Mar'ie bin Buraik, hal 3.
[16] Demikian penjelasan dari guru kami Asy Syaikh Abdullah bin Umar Al Mar'ie ketika ditanya hukum bermaaf-maafan sebelum masuk Ramadhan. Beliau menjawab, "Apabila seseorang memang memiliki kesalahan maka hendaknya dia segera meminta maaf. Namun mengkhususkannya pada waktu sebelum masuk Ramadhan maka ini khilafus sunnah, menyelisihi sunnah. "Wallahu 'alam
Sumber: http://www.darussalaf.or.id/aqidah/bulan-syaban-antara-sunnah-dan-bidah/

>>Hadits-Hadits Seputar Bulan Sya'ban


bulan
Penulis: Al-Ustadz Dzulqarnain bin Muhammad Sunusi
Silih bergantinya hari dan bulan adalah suatu kebahagiaan tersendiri bagi setiap muslim.Betapa tidak, Allah telah melimpahkan berbagai rahmat dan kemurahan-Nya kepada umat Islam, berupa kebaikan dan amalan sholih yang disyari'atkan pada hari-hari atau bulan-bulan itu.Dalam sepekan misalnya, ada hari Jum'at yang padanya terdapat sejumlah prioritas, ada Senin dan Kamis yang merupakan waktu puasa sunnah yang telah dimaklumi keutamaannya. Demikian pula di berbagai bulan ada sejumlah prioritas padanya, seperti bulan Ramadhan, bulan Dzul Hijjah dan lain-lainnya. Maka sudah seharusnya bagi seorang muslim untuk mengenal dan mengetahui apa yang dituntunkan agamanya di saat menyongsong bulan-bulan tersebut agar kehidupannya - Insya 'Allah - menjadi suatu yang sangat berarti dan penuh kebahagiaan di dunia yang fana ini dan sangat berarti untuk akhiratnya kelak. Namun jangan lupa, bahwa di masa ini sangat banyak terjadi bentuk ritual ibadah yang sama sekali tidak memiliki dasar tuntunannya dalam syari'at kita, karena itu haruslah dibedakan antara hal yang dituntunkan dengan hal yang tidak ada tuntunannya bahkan merupakan perkara baru dalam agama alias bid ' ah. Seluruh hal ini harus diperhatikan agar "maksud memetik nikmat" tidak berubah menjadi "menuai petaka" 1 .
Berkenaan dengan datangnya bulan Sya'ban 1427H, maka berikut ini kami ketengahkan kepada para pembaca yang budiman, beberapa hadits yang berkaitan dengan bulan Sya'ban. Diuraikannya hadits-hadits shohih yang berkaitan dengan bulan Sya'ban ini adalah dalam rangka mengingatkan bahwa hadits-hadits tersebut sepatutnya diamalkan, adapun dijelaskannya hadits-hadits yang lemah adalah dalam rangka menyampaikan nasehat untuk kaum muslimin agar menghindarinya. Semoga Allah mencurahkan taufiq dan 'inayah-Nya kepada kita semua.
-www.salafyciampeabogor.blogspot.com_
Beberapa Hadits Shohih Seputar Sya'ban
Hadits Pertama
كان رسول الله صلى الله عليه وعلى آله وسلم يصوم حتى نقول لا يفطر ويفطر حتى نقول لا يصوم فما رأيت رسول الله صلى الله عليه وعلى آله وسلم استكمل صيام شهر إلا رمضان وما رأيته أكثر صيام منه في شعبان
"Adalah Rasulullah shollallahu 'alaihi wa' ala alihi wa sallam berpuasa sampai kami berkata bahwa beliau tidak akan berbuka, dan beliau berbuka hingga kami berkata bahwa beliau tidak akan / pernah berpuasa, maka saya tidak pernah melihat Rasulullah shollallahu 'alaihi wa' ala alihi wa sallam menyempurnakan puasa sebulan selain bulan Ramadhan dan tidaklah saya melihat paling banyaknya beliau berpuasa di bulan Sya'ban. "
Takhrijul Hadits
Dikeluarkan oleh Al-Bukhary no. 1969, Muslim no. 1156, Abu Daud no. 2434, An-Nasâ'i 4/151 dan Ibnu Majah no. 1710 dari 'Aisyah radhiyallâhu 'anhâ .
Fiqih Hadits
Hadits di atas, menunjukkan bahwa Rasulullah shollallahu 'alaihi wa' ala alihi wa sallam tidak pernah berpuasa sebulan penuh kecuali pada bulan Ramadhan, sebab hal tersebut merupakan puasa wajib terhadap kaum muslimin. Adapun puasa sunnah maka kebanyakan puasa beliau adalah pada bulan Sya'ban.
Hadits Kedua
ما رأيت النبي صلى الله عليه وعلى آله وسلم يصوم شهرين متتابعين إلا شعبان ورمضان
"Saya tidak pernah melihat Nabi Shollallahu 'alaihi wa' ala alihi wa sallam berpuasa dua bulan berturut-turut kecuali pada Sya'ban dan Ramadhan."
Takhrijul Hadits
Hadits di atas, dikeluarkan oleh Abu Daud no. 2336, At-Tirmidzy no. 735, An-Nasâ'i 4/151, 200, Ad-Dârimy 2/29 dan lain-lainnya dari Ummu Salamah radhiyallâhu 'anhâ . Dan sanadnya shohih .
Fiqih Hadits
Hadits di atas, lebih mempertegas bahwa Nabi shollallahu 'alaihi wa' ala alihi wa sallam paling banyak berpuasa di bulan Sya'ban. Bukan artinya beliau puasa Sya'ban sebulan penuh sebagaimana yang kadang dipahami dari konteks hadits di atas, karena orang yang berpuasa di kebanyakan hari pada suatu bulan, oleh orang Arab, dikatakan dia telah berpuasa sebulan penuh. Maka tidak ada pertentangan antara hadits ini dengan hadits-hadits sebelumnya. Demikian keterangan Imam Ibnul Mubarak rahimahullâh dalam mengkompromikan antara dua hadits di atas. 2
Adapun Syaikh 'Abdul' Aziz bin Baz rahimahullâh , beliau berpendapat bahwa dua hadits di atas menunjukkan bahwa Rasulullah shollallahu 'alaihi wa' ala alihi wa sallam pada sebagian tahun beliau berpuasa Sya'ban sebulan penuh dan pada sebagian lainnya beliau hanya berpuasa pada kebanyakan saja. 3
Hadits Ketiga
Fari Usamah bin Zaid radhiyallahu 'anhu , beliau berkata kepada Rasulullah shollallahu 'alaihi wa' ala alihi wa sallam , "Wahai Rasulullah, saya tidak pernah melihat engkau berpuasa dalam suatu bulan sebagaimana engkau berpuasa pada bulan Sya'ban?" Maka beliau menjawab,
ذلك شهر يغفل الناس عنه بين رجب ورمضان وهو شهر ترفع فيه الأعمال إلى رب العالمين فأحب أن يرفع عملي وأنا صائم
"Itu adalah bulan antara Rajab dan Ramadhan yang manusia lalai darinya. Dan ia adalah bulan yang padanya segala amalan akan diangkat kepada Rabbul 'Alamin. Maka saya senang amalanku diangkat sementara saya sedang berpuasa. "
Takhrijul Hadits
Hadits ini dikeluarkan oleh Ahmad 5/201, Ibnu Abu Syaibah 2/347, An-Nasâ'i 4/201, Ath-Thahawy dalamSyarah Ma'âny Al-Atsar 2/82, Al-Baihaqy dalam Syu'bul Iman 3 / 377 dan Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah9/18. Dan sanadnya dihasankan oleh Syaikh Al-Albany dalam Irwa'ul Ghalil 4/103 dan Tamamul Minnah hal. 412.
Fiqih Hadits
Berkata Ibnu Rajab rahimahullâh , "Nabi Shollallahu 'alaihi wa' ala alihi wa sallam telah menyebutkan bahwa tatkala (bulan Sya'ban) dihimpit oleh dua bulan yang agung; bulan Harom (Rajab) dan bulan Puasa (Ramadhan), maka manusia pun sibuk dengan keduanya sehingga (Sya'ban) terlalaikan. Dan banyak manusia yang menyangka bahwa puasa Rajab lebuh afdhal dari puasa (Sya'ban) karena ia adalah bulan haram, dan hakikatnya tidak demikian. " 4
Dan dari hadits di atas, para ulama juga memetik dua hikmah kenapa Nabi Shollallahu 'alaihi wa' ala alihi wa sallam banyak berpuasa di bulan Sya'ban, yaitu karena banyak manusia yang lalai darinya dan ia senang amalan beliau terangkat sedangkan beliau dalam kondisi berpuasa.
Dan sebagian ulama menyebutkan bahwa hikmah dari puasa Sya'ban adalah sebagai latihan guna menghadapi puasa Ramadhan. Tatkala seseorang telah merasakan manis dan lezatnya berpuasa di bulan Sya'ban, maka ia akan masuk pada bulan Ramadhan dalam keadaan segar dan kesiapan serta telah terbiasa untuk berpuasa. 5
Hadits Keempat
يطلع الله إلى خلقه ليلة النصف من شعبان فيغفر لجميع خلقه إلا مشرك أو مشاحن
"Allah melihat kepada makhluk-Nya pada malam nishfu (pertengahan) Sya'ban lalu mengampuni seluruh makhluk-Nya kecuali orang musyrik dan orang yang bertikai."
Hadits di atas dikeluarkan oleh sejumlah Imam Ahli Hadist dari hadits Abu Bakr Ash-Shiddiq, Mu'adz bin Jabal, Abu Tsa'labah Al-Khusyany, 'Aisyah, Abu Hurairah,' Abdullah bin 'Amr bin' Ash, Abu Musa Al- 'Asy'ary,' Auf bin Malik, 'Utsmân bil Abil' Ash dan Abu Umamah Al-Bahily radhiyallahu 'anhum , Dan hadits di atas dishohihkan oleh Syaikh Al-Albany dari seluruh jalannya. 6
Hadits di atas adalah satu-satunya hadits shohih 7 yang menunjukkan keutamaan malam nishfu Sya'ban.Dan hal ini berlaku bagi mereka yang memiliki kebiasaan beribadah pada malam hari yang bertepatan dengan malam nishfu Sya'ban. Ini bukanlah berarti bahwa diizinkan untuk melakukan ibadah-ibadah khusus yang tidak pernah dilakukan pada hari-hari lainnya sebagaimana kebiasaan sebagian manusia yang menghidupkan malam nishfu Sya'ban secara khusus.
Tidak pernah dinukil dari Nabi Shollallahu 'alaihi wa' ala alihi wa sallam dan para shahabatnya ada yang menghidupkan malam nishfu Sya'ban secara khusus dengan melaksanakan shalat lail dengan melebihkan malam-malam lainnya, apalagi melakukan ritual-ritual khusus yang sama sekali tidak ada tuntunannya dalam agama kita. 8
Hadits-Hadits Lemah Seputar Sya'ban
Hadits Pertama
كان رسول الله صلى الله عليه وعلى آله وسلم إذا دخل رجب قال اللهم بارك لنا في رجب وشعبان وبلغنا رمضان
"Adalah Nabi shollallahu 'alaihi wa' ala alihi wa sallam bila ia telah memasuki bulan Rajab beliau berdoa: 'Ya Allah, berkahilah untuk kami bulan Rajab dan Sya'ban dan sampaikanlah kami ke bulan Ramadhan. "
Hadits di atas dikeluarkan oleh Ahmad 1/259, Ath-Thabarâny dalam Al-Ausath 4/no. 3939 dan dalam Ad-Du'â ' no. 911, Al-Baihaqy dalam Syu'abul Iman 3/375 dan Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah 6/269 dari jalan Zâ'idah bin Abi Ar-Ruqâd dari Ziyad An-Numairy dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu . Zâ'idah bin Abi Ar-Ruqâd menurut Imam Al-Bukhary munkarul hadits , dan Ziyad An-Numairy juga lemah sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Adz-Dzahaby dalam Mizanul I'tidal . Dan hadits di atas dilemahkan pula oleh Syaikh Al-Albany dalam Dho'îful Jami ' .
Hadits Kedua
كان رسول الله صلى الله عليه وعلى آله وسلم يصوم من كل شهر ثلاثة أيام فربما أخر ذلك حتى يجتمع عليه صوم السنة وربما أخره حتى يصوم شعبان
"Adalah Rasulullah shollallahu 'alaihi wa' ala alihi wa sallam biasa berpuasa tiga hari dalam sebulan. Dan kadang beliau mengakhirkan hal tersebut hingga terkumpul puasa setahun, dan kadang beliau akhirkan sampai beliau berpuasa Sya'ban. "
Hadits di atas dikeluarkan oleh Ath-Thabarâny dalam Al-Ausath 2/no. 2098. Dan dalam sanadnya ada 'Abdurrahman Ibnu Abi Lailah dan beliau dha'îful hadîts (lemah haditsnya). Demikian keterangan Al-Haitsamy dalam Majma 'Az-Zawa'id 3/441 dan Ibnu Hajar dalam Fathul Bary 4/214.
Hadits Ketiga
رجب شهر الله وشعبان شهري ورمضان شهر أمتى
"Rajab adalah bulannya Allah, Sya'ban adalah bulanku, dan Ramadhan adalah bulannya umatku."
Derajat Hadits
Hadits ini dikeluarkan oleh Al-Baihaqy dalam Syu'abul Iman 3/374 dari jalan Nuh bin Abi Maryam dari Zaid Al-'Ammy dari Yazid Ar-Raqâsyi dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu . Mengatakan Al-Baihaqy setelah meriwayatkannya, "Sanad ini sangatlah mungkar." Dan Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam tabyin Al-Ujabtelah menegaskan bahwa hadits ini adalah hadits palsu dari kedustaan ​​Nuh bin Abi Maryam.
Dan Syaikh Al-Albany dalam Adh-Dha'ifah no. 4400 menyebutkan bahwa Al-Ashbahâny dalam At-Targhib membawakan riwayat lain dengan sanad yang mursal dari AL-Hasan Al-Bashry. Dan demikian pula disebutkan oleh Asy-Syaukany dalam Nailul Authar 4/331, 621 dikeluarkan oleh Abul Fath Ibnu Abil Fawaris.
Hadits Keempat
فضل رجب على سائر الشهور كفضل القرآن على سائر الأذكار, وفضل شعبان على سائر الشهور كفضل محمد على سائر الأنبياء, وفضل رمضان على سائر الشهور كفضل الله على عباده
"Keutamaan Rajab terhadap bulan-bulan yang lain adalah seperti keutamaan Al-Qur'ân terhadap dzikir-dzikir selainnya, dan prioritas Sya'ban terhadap bulan-bulan selainnya adalah seperti keutamaan Muhammad terhadap nabi-nabi selainnya, dan keutamaan Ramadhan terhadap bulan-bulan selainnya adalah seperti keutamaan Allah terhadap segenap hamba-Nya. "
Derajat Hadits
Hadits di atas adalah hadits palsu. Demikian keterangan Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam tabyin Al-Ujabsebagaimana dalam Kasyful Khafa ' karya Al-Ajlûny 2/85 dan Al-Mashnû 'fi Ma'rifah Al-Hadits Al-Maudhu' karya 'Ali Qari' hal. 128.
Hadits Kelima
سئل النبي صلى الله عليه وعلى آله وسلم أي الصوم أفضل بعد رمضان? فقال شعبان لتعظيم رمضان, قيل فأي الصدقة أفضل? قال صدقة في رمضان

"Nabi Shollallahu 'alaihi wa' ala alihi wa sallam ditanya, 'Puasa apakah afdhol * setelah Ramadhan? 'Beliau menjawab, 'Sya'ban, untuk mengagungkan Ramadhan.' Kemudian ditanyakan lagi, 'shodaqah apakah yang afdhol?' Beliau menjawab, 'shodaqah pada bulan Ramadhan.' "
Derajat Hadits
Dikeluarkan oleh At-Tirmidzy no. 663 dan Al-Baihaqy dalam Syu'abul Iman dari Anas bin Malikradhiyallahu 'anhu . Dan dalam sanadnya ada shodaqah bin Musa dan beliau dho'îful hadîts . Hadits ini dilemahkan oleh At-Tirmidzy, As-Suyuthy dan Al-Albany. 9 Demikian pula dilemahkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar 10 dan beliau menganggap bahwa hadits di atas menyelisihi hadits Abu Hurairah riwayat Muslim no.1163 dengan lafazh,
أفضل الصيام بعد رمضان شهر الله المحرم وأفضل الصلاة بعد الفريضة صلاة الليل
"Sebaik-baik puasa setelah Ramadhan adalah bulan Allah Al-Muharram, dan sebaik-baik shalat setelah shalat wajib adalah shalat lail."
Bulan Al-Muharram yang diinginkan dalam hadits mungkin bulan Muharram yang merupakan awal bulan dalam penanggalan Islam dan mungkin juga seluruh bulan harom dalam Islam yaitu Dzul Qa'dah, Dzul Hijjah, Muharram dan Rajab. 11
Hadits Keenam
كان رسول الله صلى الله عليه وعلى آله وسلم يصوم حتى نقول لا يفطر ويفطر حتى نقول لا يصوم وكان أكثر في شعبان فقلت يا رسول الله مالي أرى أكثر صيامك في شعبان فقال يا عائشة إنه شهر ينسخ لملك الموت من يقبض فأحب أن لا ينسخ اسمي إلا وأنا صائم
"Adalah Rasulullah shollallahu 'alaihi wa' ala alihi wa sallam berpuasa sampai kami mengatakan bahwa beliau tidak (akan / pernah) berbuka, dan beliau berbuka hingga kami berkata bahwa beliau tidak (akan / pernah) berpuasa, dan kebanyakan puasa beliau pada bulan Sya ' ban. Maka saya berkata, 'Wahai Rasulullah, kenapa saya melihat kebanyakan puasamu (adalah) pada bulan Sya'ban?' Dia berkata, 'Wahai' Aisyah, ia adalah bulan yang dituliskan untuk malaikat maut siapa yang akan dicabut nyawanya, maka saya senang namaku ditulis sedang saya dalam kondisi berpuasa. '"
Derajat Hadits
Hadits di atas disebutkan oleh Ibnu Abi Hatim dalam Al-Ilal 1/250-251 dari hadits 'Aisyah radhiyallâhu 'anhâ . Beliau menanyakan posisi hadits ini kepada ayahnya, Abu Hatim-salah seorang ahli Ilalul hadits di waktu-. Maka Abu Hatim berkomentar bahwa hadits tersebut adalah hadits yang mungkar.
Hadits Ketujuh
خمس ليال لا ترد فيهن الدعوة: أول ليلة من رجب, وليلة النصف من شعبان, وليلة الجمعة, وليلة الفطر, وليلة النحر
"Ada lima malam yang tidak tertolak padanya doa: awal malam pada bulan Rajab, malam nishfu Sya'ban, malam Jum'at, mala 'Iedul Fitri dan malam' Iedul Adha."
Derajat Hadits
Dikeluarkan oleh Ibnu 'Asakir dan Ad-Dailamy dari hadits Abu Umamah Al-Bahily radhiyallahu 'anhu .Demikian keterangan Syaikh Al-Albany dalam Adh-Dha'ifah no. 1452 dan beliau memvonis hadits di atas sebagai hadits maudhu ' (palsu).
Hadits Kedelapan
إذا كانت ليلة النصف من شعبان فقوموا ليلها وصوموا نهارها. فإن الله ينزل فيها لغروب الشمس إلى سماء الدنيا فيقول ألا من مستغفر لي فأغفر له ألا من مسترزق فأرزقه ألا مبتلى فأعافيه ألا كذا ألا كذا حتى يطلع الفجر
"Bila datang malam nishfu Sya'ban maka lakukanlah Qiyam Lail dan puasa pada siang harinya, karena ketika matahari terbenam Allah turun pada malam itu ke langit dunia dan berkata, 'Apakah yang memohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku akan mengampuninya, apakah yang memohon rezki, niscaya Aku akan memberikannya, apakah yang tertimpa penyakit, niscaya Aku akan menyembuhkannya, apakah ..., apakah ... sampai terbit fajar. '"
Derajat Hadits
Dikeluarkan oleh Ibnu Majah no. 1388, Al-Baihaqy dalam Syu'abul Iman 3/378, Al-Mizzy dalam Tahdzibul Kamal. Seluruh ulama sepakat akan lemahnya hadits di atas. Namun Syaikh Al-Albany dalam Adh-Dha'ifah no. 2132 berpendapat bahwa sanad hadits di atas adalah palsu, karena Ibnu Abi Sarbah-salah seorang perawinya-telah dicap oleh Ahmad bin Hanbal dan Yahya bin Ma'in sebagai pemalsu hadits.
Hadits Kesembilan
من أحيا ليلتي العيدين وليلة النصف من شعبان لم يمت قلبه يوم تموت القلوب
"Siapa yang menghidupkan malam dua 'Ied dan malam nishfu Sya'ban, niscaya hatinya tidak akan mati pada hari semua hati menjadi mati."
Derajat Hadits
Hadits di atas dikeluarkan oleh Ibnu Jauzy dalam Al-'Ilal Al-Mutanâhiyah 2/71-72 dari shahabat Kurdûsradhiyallahu 'anhu . Demikian pula disebutkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Al-Ishôbah 5/585 dan Ibnu Atsir dalam Usudul Ghabah 1/931. Al-Hafizh menyatakan bahwa Marwan bin Salim-salah seorang perawinya-adalah seorang rawi yang matruk (ditinggalkan haditsnya) dan muttaham bil kadzib (dituduh berdusta). Dalam Lisanul Mizan pada biografi 'Isa bin Ibrahim bin Thahmân-salah seorang perawi hadits di atas-Ibnu Hajar menghukumi hadits di atas sebagai hadits yang mungkar lagi mursal .
إذا كان النصف من شعبان فلا صوم حتى يجيئ رمضان
"Ketika masuk pertengahan dari bulan Sya'ban maka tidak ada lagi puasa sampai datangnya bulan Ramadhan."
Derajat Hadits
Hadits di atas dikeluarkan oleh 'Abdurrazzaq 4/161, Ibnu Abi Syaibah 2/284, Ahmad 2/442, Ad-Dârimy 2/29, Abu Daud no. 2337, Ibnu Majah no. 1651, Ibnu Hibban no. 3589, 3591, Ad-Dâruquthny 2/191, Ath-Thâhawy dalam Syarah Ma'âny Al-Atsar 2/82, Ibnu Ady dalam Al-Kamil 5/280, Ath-Thabarâny dalam Al-Ausath 7/no. 6863 dan dalam Musnad Asy-Syamiyyîn no. 1827, Al-Baihaqy 4/209 dan Al-Khathib 8/48.
Terjadi silang pendapat di kalangan para ulama tentang kedudukan hadits di atas. Kesimpulan dari apa yang disebutkan oleh Ibnu Rajab 12 , Ibnu Qayyim Al-Jauziyah 13 , Ibnu Hajar 14 , dan Al-'Ainy 15 bahwa hadits dishohihkan oleh At-Tirmidzy, Ath-Thâhawy, Ibnu Hibban, Al-Hakim, Ibnu 'Abdil Barr , Ibnu Asakir dan Ibnu Hazm. Di versi lain, hadits di atas telah dilemahkan oleh sejumlah ulama yang lebih besar dan lebih berilmu dari mereka dimana mereka berkata bahwa hadits di atas adalah hadits yang mungkar.Demikian komentar Imam Ahmad, 'Abdurrahman bin Mahdi, Abu Zur'ah Ar-Razy dan Al-Atsram serta diikuti oleh Abu Ya'la Al-Khalily 16 dan Az-Zarkasyi 17 dan lainlainnya. Imam Ahmad berkata bahwa hadits di atas adalah hadits yang paling mungkar yang diriwayatkan oleh Al-'Ala' bin 'Abdurrahman.
Dan insya 'Allah pendapat para ulama yang melemahkannya ini yang paling tepat, karena mereka mereka itulah yang merupakan referensi dan acuan dalam masalah posisi dan derajat sebuah hadits.
Hadits Kesebelas
يا علي من صلى ليلة النصف من شعبان مئة ركعة بألف قل هو الله أحد قضى الله لته كل حاجة طلبها تلك الليلة
"Wahai 'Ali, siapa yang shalat malam nishfu Sya'ban seratus raka'at dengan (membaca)' Qul Huwallahu Ahad 'seribu (kali) maka Allah akan menunaikan seluruh hajat yang ia minta pada malam itu."
Derajat Hadits
Hadits ini disebutkan oleh Ibnul Qayyim dalam Al-Manar Al-Munif hal. 78 dan Asy-Syaukany dalam Al-Fawa'id Al-Majmu'ah hal. 50-51 sebagai hadits yang maudhu ' (palsu). Dan baca pula lafazh yang mirip dengannya dalam Lisanul Mizan karya Al-Hafizh Ibnu Hajar pada biografi Muhammad bin Sa'id Ath-Thabary.
Berkata Syaikh Ibnu Baz rahimahullâh , "Adapun (hadits-hadits) yang menjelaskan tentang shalat pada malam (nishfu Sya'ban) seluruhnya adalah maudhu ' (palsu) sebagaimana yang diingatkan oleh banyak ulama. "18
Dan Syaikh Ibnu 'Utsaimin menjelaskan bahwa orang yang melakukan shalat pada malam nishfu Sya'ban ada tiga tingkatan:
Satu: Orang yang melakukan kebiasaan shalatnya sebagaimana hari-hari lainnya, tanpa meyakini adanya keutamaan khusus bagi orang yang melakukan shalat pada malam nishfu Sya'ban. Yang seperti ini tidak mengapa, karena tidak ada padanya bentuk bid'ah dalam agama.
Dua: Ia melakukan shalat pada malam nishfu Sya'ban tidak pada selainnya. Ini adalah bid'ah dalam agama, karena Nabi shollallahu 'alaihi wa' ala alihi wa sallam dan para shahabatnya tidak pernah melakukannya dan tidak mencontohkannya.
Tiga: Ia melakukan shalat dengan jumlah raka'at tertentu pada setiap tahun. Ini lebih besar bid'ahnya dan lebih jauh dari Sunnah ketimbang yang kedua. Karena hadits-hadits tentang hal tersebut semuanya maudhu ' (palsu) .19
Hadits Kedua Belas
من قرأ ليلة النصف من شعبان ألف مرة قل هو الله أحد بعث الله إليه مئة ألف ملك يبشرونه
"Siapa yang membaca pada malam nishfu Sya'ban 'Qul Huwallahu Ahad' seribu kali, niscaya Allah akan mengutus untuknya seratus ribu malaikat memberi kabar gembira kepadanya."
Derajat Hadits
Hadits ini disebutkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Lisanul Mizan pada biografi Muhammad bin 'Abd bin' Amir As-Samaqandy sebagai salah satu bentuk / (contoh) hadits palsunya. Dan disebutkan pula oleh Ibnul Qayyim dalam Al-Manar Al-Munif hal. 78.
Hadits Ketiga Belas
من صلى ليلة النصف من شعبان ثنتي عشر ركعة يقرأ في كل ركعة ثلاثين مرة قل هو الله أحد شفع في عشرة قد استوجبوا النار
"Siapa yang shalat pada malam nishfu Sya'ban 12 raka'at, pada setiap raka'at ia membaca 'Qul Huwallahu Ahad' tiga puluh kali, niscaya Allah akan mengizinkannya untuk memberi syafa'at kepada sepuluh orang yang sudah wajib masuk neraka."
Derajat Hadits
Hadits ini disebutkan oleh Ibnul Qayyim dalam Al-Manar Al-Munif hal. 78 sebagai hadits yang maudhu '(palsu).
Berkata Ibnul Qayyim rahimahullâh , "Yang mengherankan, ada sebagian orang yang telah menghirup harumnya ilmu Sunnah tertipu dengan igauan ini dan melakukan shalat itu. Padahal shalat tersebut hanya diada-adakan setelah empat ratus tahun (munculnya / lahirnya) Islam dan munculnya di Baitul Maqdis, kemudian dipalsukanlah sejumlah hadits tentangnya. "
Hadits Keempat Belas
من أحيا الليالي الخمس وجبت له الجنة: ليلة التروية, وليلة عرفة, وليلة النحر, وليلة الفطر, وليلة النصف من شعبان
"Siapa yang menghidupkan malam-malam yang lima (ini), maka wajib baginya surga: malam Tarwiyah * , malam 'Arafah, malam' Iedul Adha, malam 'Iedul Fitri dan malam nishfu Sya'ban. "
Derajat Hadits
Hadits di atas dikeluarkan oleh Al-Ashbahâny dari Mu'adz bin Jabal, dan dianggap sebagai hadits palsu oleh Syaikh Al-Albany dalam Dha'if At-Targhib no. 667.
Bid'ah-bid'ah Seputar Sya'ban
Sebagai tambahan manfaat terhadap penyebutan hadits-hadits di atas, maka berikut ini beberapa keterangan para ulama terkait dengan sejumlah bid'ah yang berkembang di tengah kaum muslimin pada bulan Sya'ban 20 :
1. Merayakan malam nishfu Sya'ban.
2. Mengkhususkan shalat seratus raka'at pada malam nishfu Sya'ban dengan membaca surah Al-Ikhlash sebanyak seribu kali. Shalat ini dinamakan shalat Alfiyah .
3. Mengkhususkan shalat pada malam nishfu Sya'ban dan berpuasa pada siang harinya.
4. Mengkhususkan doa pada malam nishfu Sya'ban.
5. Shalat enam rakaat dengan maksud menolak bala, dipanjangkan umur dan berkecukupan.
6. Seluruh doa yang dibaca ketika memasuki bulan Rajab, Sya'ban dan Ramadhan. Karena semua bersumber dari hadits yang lemah.
7. Menyalakan api dan lilin pada malam nishfu Sya'ban.
8. Berziarah ke kuburan pada malam nishfu Sya'ban dan menghidupkan api di sekitarnya. Dan kadang para perempuan juga ikut keluar.
9. Mengkhususkan membaca surat Yasin pada malam nishfu Sya'ban.
10. Mengkhususkan berziarah kubur pada bulan Rajab, Sya'ban, Ramadhan dan pada hari 'Ied.
11. Mengkhususkan bershodaqah bagi ruh yang telah meninggal pada tiga bulan tersebut.
12. Meyakini bahwa malam nishfu Sya'ban adalah malam Lailatul Qadri.
13. Membuat makanan pada hari nishfu Sya'ban kemudian membagikannya kepada fakir miskin dengan asumsi makanan untuk kedua orang tua yang meninggal
Footnote:
1 Baca pembahasan Bid'ah dan Bahayanya dalam majalah An-Nashihah vol. 06 pada Rubrik Manhaj.
2 Keterangan Ibnul Mubarak disebutkan oleh Imam At-Tirmidzy setelah membawakan hadits di atas. Dan baca juga Fathul Bary 4/214.
Majmu 'Fatawa beliau 15/416.
Latho'if Al-Ma'ârif , hal. 138 karya Ibnu Rajab.
Latho'if Al-Ma'ârif , hal. 138 karya Ibnu Rajab.
6 Baca Silsilah Ahadits Ash-Shohihah , no. 1144 dan risalah " Husnul Bayân Fima Warada fi Lailah An-Nishf min Sya'ban "karya Masyhur Hasan Salman.
7 Kebanyakan para ulama menganggap bahwa tidak ada satu hadits pun yang shohih terkait dengan keutamaan Nishfu Sya'ban. Di antara mereka yang menganggap seperti itu, Al-Hafizh Ibnu Dihyah, Abu Bakr Ibnul 'Araby, Al-Qurthuby, Jamalauddin Al-Qasimy, Syaikh Ibnu Baz, Syaikh Ibnu' Utsaimin dan lain-lainnya. Dan sebagian penulis di masa ini ada yang tidak menyetujui Syaikh Al-Albany dalam menshohihkan hadits di atas. Kami dalam permasalahan kali ini belum sempat untuk lebih meneliti masalah ini. Semoga Allah memudahkannya di waktu lain.
8 Akan datang penjelasan tentang bid'ah-bid'ah seputar Sya'ban.
afdhol dalam bahasa Arab berarti "paling utama" atau "lebih utama".
9 Baca Irwa'ul Ghalil 3/397.
10 Fathul Bary 4/214.
11 Demikian keterangan Ibnu Taimiyah sebagaimana yang dinukil oleh muridnya, Ibnu Qayyim dalamI'lamul Muwaqqi'in 4/293.
12 Latho'if Al-Ma'ârif , hal. 151 karya Ibnu Rajab.
13 Al-Furûsiyah , hal 247.
14 Fathul Bary 4/129.
15 'Umdah Al-Qari' 11/85.
16 Al-Irsyad 1/218, karya Al-Khalîly dan beliau menyebutkan bahwa hadits di atas termasuk hadits-hadits yang Al-'Alâ' bersendirian dalam meriwayatkannya dan tidak ada pendukungnya.
17 An-Nukat 'alâ Muqaddimah Ibnu Ash-Sholah , karya Az-Zarkasyi 1/364-365.
18 Risalah yang ketiga tentang hukum merayakan nishfu Sya'ban dari buku beliau At-tahdzir min Al-Bida ' , hal. 22.
19 Diringkas dari Fatâwâ beliau pada jilid 20.
* Malam Tarwiyah adalah malam menjelang hari Tarwiyah yang jatuh pada tanggal 8 Dzulhijjah setiap tahunnya.
20 Disarikan dari buku Mu'jam Al-Bida ' , hal. 299-301 dan Al-Bida 'Al-Hauliyah , hal. 300-304.

(Dinukil dari Majalah An-Nashihah Vol. 11 Th. 1 / 1427H/2006M, kategori: Hadits, judul: Hadits-Hadits Seputar Bulan Sya'ban , hal. 46-52,


[AUDIO]: Nilai Sebuah Keikhlasan

Rekaman –  AUDIO KAJIAN  Kajian Islam Ilmiyyah Tanjung Priok  Ahad, 03 Rabi’ul Awwal 1440H / 11 November 2018M   Masjid Raya al-H...