BOLEHKAH BERDOA DENGAN BAHASA INDONESIA? BOLEHKAH MENGANGKAT TANGAN SAAT BERDOA? BOLEHKAH MENGUSAP WAJAH SETELAH BERDOA?

Assalaamu’alaikum. Ustadz, semoga Allah menjagamu, ana ingin bertanya seputar berdo’a:
  1. Apakah selesai shalat wajib kita boleh berdo’a sesuai dengan kehendak yang kita ingin minta? (artinya, bolehkah berbahasa Indonesia)
  2. Kapankah waktu berdo’a yang amat baik?
  3. Apakah waktu berdo’a di waktu-waktu tertentu tersebut kita mengangkat tangan? Atau jika tidak, bagaimana posisi tubuh kita dan wajah?
    Jazaakallaahu khairaa. (Abu Aslam, angga***@yahoo.com)
Jawaban:
Wa’alaikumus salaam warahmatullaah. [bukan wa'alaikum salaam (lihat perbedaannya!)]
Semoga Allah juga menjagamu dan kaum muslimin secara umum agar tetap istiqomah di dalam menjalankan ajaran Islam dan menghidupkan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam walaupun banyak godaan, gangguan dan tantangan baik dari diri kita sendiri, teman, guru/dosen ataupun yang lainnya.
Adapun pertanyaan di atas dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Secara umum kita boleh berdo’a kapan saja sesuai dengan keinginan kita. Allah Ta’ala berfirman:
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
“Dan Tuhan kalian berfirman: “Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagi kalian.” (Al-Mu`min:60)
Akan tetapi akan lebih baik lagi kalau berdo’a pada waktu-waktu yang mustajaabah (waktu yang berpeluang besar terkabulkannya suatu do’a) dan dengan lafazh do’a yang terdapat dalam Al-Qur`an atau yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam haditsnya yang shahih. Kalau tidak bisa atau tidak hafal maka boleh berdo’a dengan bahasa kita sehari-hari.
Adapun mengkhususkan berdo’a setelah shalat wajib dan dilakukan dengan rutin atau sering serta meyakini itu adalah sunnah maka ini tidak ada contohnya dari Rasulullah, para shahabatnya atau pun ‘ulama salaf setelah mereka.
Sebenarnya kalau kita perhatikan dzikir-dzikir yang kita baca setelah shalat wajib maka secara umum dzikir-dzikir tersebut mengandung do’a. Kita baca “Astaghfirullaah, Astaghfirullaah, Astaghfirullaah, Allaahumma A’innii ‘alaa Dzikrika wa Syukrika wa Husni ‘Ibaadatik, ” Ini semua adalah do’a. Makanya kalau berdzikir harus mengetahui maknanya, dipahami, dihayati dan khusyu’ ketika membaca dzikir tersebut, jangan sampai melamun atau berdzikir tapi tidak mengetahui maknanya. Lihat bacaan dzikir setelah shalat wajib dalam kitab “Hishnul Muslim” (sudah diterjemahkan, Alhamdulillaah).
2. Waktu berdo’a yang amat baik atau mustajaabah di antaranya adalah pada malam lailatul qadr, tengah malam yang akhir atau sepertiga malam terakhir, antara adzan dan iqamah, ketika panggilan adzan untuk shalat wajib, ketika turunnya hujan, ketika berhadapan dengan musuh dalam jihad fii sabiilillaah, satu waktu dari waktu-waktu shalat ‘ashar pada hari jum’at, waktu tasyahhud akhir sebelum salam tapi harus dengan do’a-do’a yang ada dalam hadits (lihat Shifat Shalat Nabi karya Asy-Syaikh Al-Albaniy), dan lain-lainnya (Lebih lengkapnya lihat dalam kitab Adz-Dzikru wad Du’aa` wal ‘Ilaaj bir Ruqaa minal Kitaab was Sunnah karya Sa’id bin ‘Ali bin Wahf Al-Qahthaniy hal.101-118)
3. Dalam masalah mengangkat tangan ketika berdo’a memang terjadi ikhtilaf di antara para ‘ulama, ada yang membolehkannya secara umum, ada yang membatasinya dengan batasan-batasan tertentu. Di antara yang berpendapat dengan pendapat yang kedua ini seperti Al-’Izz bin ‘Abdissalam di mana beliau berkata: “Tidak disunnahkan mengangkat tangan dalam berdo’a kecuali pada keadaan yang mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat tangan padanya (ketika berdo’a) dan tidaklah seorang yang mengusap wajah setelah berdo’a kecuali dia itu orang yang bodoh.” (Fataawaa Al-’Izz bin ‘Abdissalaam hal.46, dinukil dari Al-Luma’ fir Radd ‘alaa Muhsinil Bida’)
Adapun hadits yang mengatakan: “Sesungguhnya Rabb kalian Hayiyyun Kariimun, malu dari hamba-Nya apabila mengangkat kedua tangannya kepada-Nya lalu dikembalikan dalam keadaan kosong.” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidziy dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh Al-Hakim dari shahabat Salman Al-Farisiy)
Hadits ini dibatasi oleh perbuatan Rasulullah ketika berdo’a artinya kita hanya mengangkat tangan ketika memang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat tangan dalam do’anya seperti do’a dalam shalat istisqaa`, do’a dalam khuthbah jum’at dengan mengangkat jari telunjuk tangan kanan ke langit.
Adapun hadits yang menerangkan tentang mengusap wajah setelah berdo’a adalah hadits dha’if sebagaimana didha’ifkan oleh para ‘ulama seperti Asy-Syaikh Al-Albaniy. (Lihat “Majmuu’ah Fataawaa Al-Madiinah Al-Munawwarah”)
Wallaahu A’lam.

Sumber : Buletin Al Wala’ Wal Bara’ Ma’had Adhwaus-Salaf Bandung
Edisi ke-36 Tahun ke-2 / 30 Juli 2004 M / 12 Jumadits Tsani 1425 H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

[AUDIO]: Nilai Sebuah Keikhlasan

Rekaman –  AUDIO KAJIAN  Kajian Islam Ilmiyyah Tanjung Priok  Ahad, 03 Rabi’ul Awwal 1440H / 11 November 2018M   Masjid Raya al-H...